Salin Artikel

Kompor Listrik: Jika Wacana Menjadi Berita

Keriuhan topik itu bermula dari pemberitaan di media massa, yang salah satunya berbunyi sebagai berikut:

“Ia menyarankan agar ada kebijakan untuk menghapus golongan daya listrik 450 VA. Golongan daya listrik untuk masyarakat miskin dan rentan yang sebelumnya berada di golongan tersebut sebaiknya dinaikkan menjadi 900 VA.”

“Ia” di berita itu adalah Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, yang ucapannya dikutip setelah rapat tentang Rancangan APBN 2023 di DPR pada Senin (12/9).

Sejak itu muncul banyak komentar tentang penghapusan daya listrik 450 VA di berbagai media, termasuk media sosial, tempat orang bicara apa saja dengan leluasa.

Pada umumnya netizen menyalahkan dan menyesalkan pemerintah atas rencana itu.

Akhirnya, setelah beberapa hari viral, keluarlah bantahan oleh Menteri ESDM (16/9), Ketua Banggar DPR (18/9) dan Presiden (20/9).

Kompor listrik

Berita penghapusan daya listrik 450 VA agaknya tidak terlepas dari program PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang melakukan uji coba konversi kompor gas elpiji 3 kg ke kompor induksi listrik di Denpasar, Solo dan Jakarta.

Di Jakarta, PLN akan membagikan 10.000 unit kompor induksi gratis beserta wajan dan kukusan mulai Oktober 2022.

Kriteria penerima kompor listrik ini adalah pelanggan PLN berdaya listrik 450 VA dan 900 VA. Dalam menentukan siapa penerimanya, PLN menggunakan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial.

Kompor listrik itu memerlukan daya 1.000 watt sehingga daya listrik pelanggan akan dinaikkan dari 450 VA menjadi 3.500 VA, dan dari 900 VA menjadi 4.400 VA.

Peningkatan daya listrik ini menjadi satu paket dengan pemberian kompor listrik gratis.

Uji coba ini merupakan bagian dari rencana PLN untuk membagikan gratis sekitar 5 juta kompor listrik berdaya 1.000 watt sebagai pengganti tabung elpiji 3 kg tahun depan.

Menurut PLN, program ini dapat menghemat Rp 5,5 triliun per tahun. Selanjutnya, apabila jumlah keluarga penerima manfaat mencapai 15,3 juta, maka proyeksi penghematan APBN bisa mencapai Rp 16,8 triliun per tahun (Katadata, 19/9).

Konsumen tidak akan dirugikan dengan kompor listrik ini karena biaya memasak dapat lebih hemat berkisar 10-15 persen dibandingkan dengan kompor elpiji.

Menurut pejabat Kementerian ESDM, risiko keselamatan pun rendah karena panas yang dihasilkan hanya mengalir kepada utensil.

Yang menjadi pertanyaan dari manakah anggaran untuk pengadaan kompor listrik gratis itu, karena Kementerian Keuangan tidak mengalokasikan anggaran secara khusus dalam RAPBN 2023 yang saat ini sedang dibahas dengan DPR.

Namun secara sepintas dapat diduga bahwa biaya penggantian kompor gas dengan kompor listrik akan dapat diperoleh dari berkurangnya subsidi untuk elpiji 3 kg, yang sebesar Rp 135 triliun tahun ini.

Seperti halnya BBM, gas elpiji sebagian masih diimpor, sehingga ketika harga gas dunia naik, maka subsidi pun meningkat.

Harga keekonomian elpiji 3 kg adalah Rp 19.698/kg, sedangkan harga jual eceran adalah Rp 4.250/kg, sehingga subsidi yang diberikan sebesar Rp 15.448/kg.

Masalahnya, subsidi sebesar ini tidak hanya diterima oleh masyarakat berpenghasilan rendah, namun juga oleh mereka yang mampu. Oleh sebab itu harga elpiji 3 kg perlu dinaikkan agar pengeluaran subsidi berkurang.

Namun agar tidak menambah beban bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah membagikan kompor listrik secara gratis, lengkap dengan peralatan masaknya.

Dengan biaya memasak yang lebih murah maka masyarakat berpenghasilan rendah akan diuntungkan. Kerepotan yang timbul jika aliran listrik mati tentu akan diatasi oleh PLN.

Masyarakat yang mampu tentu saja bebas memilih: tetap menggunakan kompor gas dengan harga gas yang lebih tinggi, atau berganti dengan kompor listrik yang dapat dibeli secara bebas.

Maka upaya penggantian kompor gas dengan kompor listrik akan dapat mengurangi besar subsidi untuk elpiji 3 kg, di mana hasil penghematan anggarannya akan dapat digunakan untuk meningkatkan elektrifikasi dan program-program strategis lain.

Program 35.000 MW

Saat ini PLN mengalami kelebihan pasokan listrik yang cukup besar, karena permintaan yang rendah.

Pada 2016, pemerintah meresmikan program pengadaan listrik 35.000 MW untuk memenuhi kebutuhan listrik sesuai pertumbuhan ekonomi yang diyakini sebesar 7-8 persen per tahun.

Namun kenyataan berbicara lain, ekonomi hanya tumbuh sekitar 5 persen, dan menurun drastis akibat pandemi pada tahun 2020.

Kelebihan pasokan listrik terindikasi dari akan adanya tambahan pasokan daya listrik 6.000 megawatt untuk sistem Jawa-Bali, sedangkan tambahan permintaan listrik hanya sekitar 800 megawatt (Kompas.id, 22/3/2022).

PLN harus tetap membayar pembelian listrik kepada produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) secara penuh berapapun yang terjual.

Agar tidak terus rugi, maka konsumsi listrik perlu dinaikkan. Maka pemerintah dan PLN mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan listrik dan kompor listrik. Kedua hal inilah yang sekarang sedang dilakukan pemerintah.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 terkait dengan Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.

Kemudian pada 2020, pemerintah meluncurkan program ”Gerakan Konversi 1 Juta Kompor Induksi”. Sebagai bagian dari program ini, PLN melakukan uji coba di 3 kota, seperti yang disebut di depan.

Untuk operasionalisasi program kendaraan listrik, baru-baru ini pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Belasan kementerian dan seluruh pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kota) mendapat tugas untuk mempercepat pelaksanaan kebijakan kendaraan listrik tersebut.

Energi ramah lingkungan

Upaya mendorong konsumsi listrik tentu saja tidak semata-mata agar PLN dapat membayar pembelian listrik kepada produsen swasta.

Pemerintah tentu dapat membayar kewajiban itu dengan merealokasi anggaran dari pos-pos yang prioritasnya lebih rendah.

Adapun tujuan utama di balik kebijakan kendaraan dan kompor listrik adalah untuk meningkatkan kontribusi energi baru dan terbarukan (EBT) yang ditargetkan sebesar 23 persen pada tahun 2025.

Saat ini andil EBT dalam bauran energi nasional baru sekitar 12 persen, sedangkan batubara dan minyak bumi masih sekitar 70 persen. Konsumsi listrik per kapita yang ditargetkan 2.500 KWh pada 2025, saat ini baru sekitar 1.100 KWh.

Sejalan dengan tren global, penggunaan energi fosil akan dikurangi dan digantikan dengan energi bersih pada tahun 2060. Tujuannya untuk mencegah kenaikan suhu bumi yang berpotensi menyebabkan berbagai bencana alam.

Dengan perspektif ini, maka upaya pemerintah untuk menggantikan kompor gas dengan kompor listrik merupakan upaya yang dapat dipertanggungjawabkan.

Namun hal itu perlu dilakukan secara bertahap, sistematis, dan dengan mempertimbangkan perasaan masyarakat.

Reaksi masyarakat yang cukup keras terhadap berita penghapusan daya listrik 450 VA menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk bersikap secara lebih bijak.

Pada saat suasana batin masyarakat belum pulih dari kegusaran karena kenaikan BBM, maka berita penghapusan daya listrik itu sangat melukai hati rakyat.

Beruntung berbagai pihak cukup sigap melakukan koreksi, sehingga tidak terjadi reaksi yang berlebihan.

Sekarang adalah waktu bagi pemerintah untuk menenangkan hati rakyat dengan memastikan bahwa harga-harga akan terkendali dan tidak ada kebijakan yang membingungkan masyarakat.

Pernyataan wacana pejabat negara perlu disampaikan dengan hati-hati, dan segera dikoreksi manakala terjadi distorsi.

Kehebohan karena berita penghapusan daya listrik 450 VA dan semacamnya semoga tidak terjadi lagi.

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/22/06011091/kompor-listrik-jika-wacana-menjadi-berita

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke