Sebab ada perbedaan pendapat antara keduanya soal penyebab tersendatnya pengesahan RUU tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pemerintah telah melakukan pengajuan. Namun karena tak masuk Prolegnas Prioritas 2021, maka DPR disebut tak menyetujuinya.
Sementara itu DPR mengeklaim pemerintah tidak mengajukan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas tahun ini.
“Saya pikir masing-masing pihak khawatir suatu waktu (jika disahkan) undang-undang ini bakal jadi bumerang untuk mereka sendiri,” tutur Feri pada Kompas.com, Kamis (16/12/2021).
Dalam pandangan Feri jika pemerintah serius mestinya naskah akademik RUU Perampasan Aset sudah disiapkan.
“Jika memang serius tentu saja naskah akademiknya sudah ada dan disiapkan untuk masuk Prolegnas Prioritas,” sebut dia.
Meski prosesnya nampak masih tersendat, Feri optimistis suatu saat RUU Perampasan Aset akan disahkan.
Sebab Indonesia merupakan negara yang meratifikasi The United Nations Convention against Corruption (UNCAC).
“Saya optimis (disahkan) karena kita kan negara yang meratifikasi UNCAC,” imbuh dia.
Diketahui RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022 yang ditetapkan DPR dengan pemerintah pada rapat Badan Legislasi (Baleg) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/12/2021).
Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi tak mau jika DPR dianggan sebagai pihak yang bersalah atas tersendatnya pengesahan RUU itu.
Ia mengungkapkan, pemerintah mestinya mengajukan RUU Perampasan Aset lebih dulu kemudian DPR baru membahasnya.
“Ya kalau enggak diajukan, kenapa kita mau menyetujui? Jadi jangan semuanya DPR menjadi sasaran,” kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/12/16/14383281/pemerintah-dan-dpr-dinilai-khawatir-ruu-perampasan-aset-jadi-bumerang