Salin Artikel

Meneropong Peluang Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Ridwan Kamil di Pilpres 2024

NAMA Ganjar Pranowo di pentas proyeksi politik dan survei pemilihan presiden 2024 memang terbilang baru, jika dibanding nama Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, atau Anies Baswedan.

Tapi di antara nama-nama itu, setelah namanya beredar, angka raihan Ganjar terbilang cukup konsisten. Survei-survei yang dilakukan beberapa bulan terakhir menunjukkan fakta tersebut. Nama Ganjar tak pernah lagi absen.

Memang posisinya bisa bergeser-geser. Memang begitulah dunia survei dan dunia politik.

Tapi jika dilihat dari gambar yang lebih besar, nama Ganjar tidak lagi berada di posisi marginal. Posisi Ganjar dalam konteks popularitas, akseptabilitas, atau elektabilitas versi lembaga-lembaga survei sudah berada pada kategori "layak ditakuti" oleh calon-calon kompetitornya.

Survei Litbang Kompas

Anies misalnya. Gubernur Jakarta ini pernah hampir selalu berada di posisi teratas survei. Namun, sebagaimana hasil survei Litbang Kompas baru-baru ini, angka raihan Anies berbanding lurus dengan angka antipati publik terhadapnya.

Menurut survei Litbang Kompas, terkait dengan indikator penolakan publik, Ganjar, juga Ridwan Kamil, relatif lebih baik dari Anies.

Hasil survei menunjukkan, derajat penolakan publik terhadap Ganjar maupun Ridwan di bawah 1 persen. Sebaliknya, Anies dihadapkan pada derajat penolakan publik sebesar 7,6 persen. Proporsi penolakan Anies agak mendekati besaran penerimaan publik padanya.

Begitu pula dengan kemampuan penguasaan daerah masing-masing, jika merujuk pada hasil survei yang sama.

Selengkapnya survei Litbang Kompas baca: Anies, Ganjar, Ridwan Bersaing, Siapa Unggul?

Dikatakan bahwa sebagai Gubernur Jawa Tengah, capaian Ganjar Pranowo relatif lebih tinggi dibanding Anies atau Ridwan. Hingga saat ini, Ganjar didukung oleh 38,3 persen responden yang bermukim di Jawa Tengah.

Dengan proporsi sebesar itu, Ganjar merajai Jawa Tengah, walaupun sebagian besar warganya hingga kini belum menentukan siapa tokoh yang akan mereka pilih menjadi presiden.

Namun demikian, angka tersebut bisa sedikit memberi sinyal bahwa banyak pemilih Ganjar di Jawa Tengah sudah "aware" dengan "peluang politik" yang dimiliki pemimpin mereka di 2024.

Citra yang dibangun Ganjar

Rendahnya tingkat antipati publik pada Ganjar sangat bisa dipahami, mengingat sikap politiknya yang acap digambarkan dengan kata "sopan atau elok" di satu sisi dan posisi politiknya yang nyaris tidak pernah berada pada posisi ekstrem di sisi lain.

Ini Berbeda dengan Prabowo atau Anies yang cenderung masih terselimuti citra tertentu yang cenderung berpotensi memecah publik.

Prabowo secara historis masih belum bisa lepas dari citra masa lalunya sebagai salah satu bagian dari Orde Baru. Pun secara politik, Prabowo acap dikaitkan dengan sayap nasionalis yang agak kanan, ketimbang nasionalisme ala Ganjar yang "kalem" dan "bersahabat."

Sangat bisa dipahami mengapa kemudian di pemilihan-pemilihan terdahulu sering mencuat ketakutan yang disuarakan beberapa pihak tentang kecenderung fasis atau ultranasional dari kubu Prabowo. Walaupun sebenarnya boleh jadi karakter, platform, dan ideologi Prabowo tidaklah demikian.

Anies Baswedan pun sama. Kemenangan Anies di Pilkada Jakarta tak jarang dikaitkan orang dengan Gerakan 212 dan Islam Politik yang sedikit lebih garang ketimbang politik Islam pada umumnya.

Entah hanya sekadar memanfaatkan momen atau memang ikut terlibat di dalamnya, citra Anies atas sepak terjang Islam garis keras tersebut masih melekat sampai hari ini dan masih disebut-sebut oleh para pendukung lawan politik Anies di ruang publik.

Ini yang berpeluang meningkatkan angka antipati pemilih pada Anies di pemilihan 2024 nanti.

Sementara Ganjar Pranowo, berada pada posisi yang serba moderat. Ganjar adalah kader PDIP, tapi bukan trah Soekarno. Persis seperti Jokowi, bukan trah Soekarno.

Posisi tersebut membuat Ganjar lebih berpeluang diterima dengan mudah oleh kelompok-kelompok lain di luar pengikut Soekarnois.

Dengan kata lain, merahnya ideologi Ganjar merupakan merah pelengkap warna putih, yang mudah dijahit menjadi bendera merah putih.

Sementara, sebagian kelompok merah, baik di PDIP maupun di luar PDIP, cenderung sangat antipati kepada "putih", bahkan cenderung sangat "hostile" kepada "putih", sehingga sulit dijahit menjadi merah putih, yang menjadi dua warna tak terpisahkan dari Indonesia.

Rekam jejak Ganjar menunjukkan itu dengan jelas bahwa Ganjar sebagai tokoh politik maupun sebagai gubernur belum pernah memperlihatkan tendensi ekstrem yang membuatnya sulit diterima oleh kalangan tertentu

Ganjar dan Puan Maharani

Ganjar terlihat sangat pas di saat melekat dengan pakaian adat daerahnya. Ganjar pun terlihat sangat alim di saat berbalut baju koko. Dan tak lupa, terlihat sangat nasionalis di saat berpakaian dinas gubernur atau berpakaian resmi kenegaraan.

Kondisi ini berbeda dengan beberapa tokoh lain yang justru dicibir oleh publik di saat menggunakan pernak-pernik yang bukan bagian dari platform politiknya.

Sebut saja misalnya Puan Maharani saat berpakaian muslim, misalnya. Jika gambar tersebut muncul di platform media sosial, hampir pasti dikomentari secara dikotomis oleh netizen alias tidak diterima secara padu.

Atau foto terakhir beberapa waktu lalau saat Puan Maharani ikut menanam padi di sawah. Tidak saja netizen yang pro-kontra, politisi pun ikut memberi komentar sinis.

Kondisinya akan sangat berbeda di saat Ganjar di posisi yang sama. Karena bagaimanapun, bagi pemilih yang terbiasa melihat atau menonton postingan-postingan pribadi Ganjar, fenomena semacam itu sudah menjadi keseharian Ganjar Pranowo sebagai seorang gubernur.

Bertemu langsung dengan masyarakat, bercengkrama dengan masyarakat, berkunjung ke rumah masyarakat, dan berbagai bentuk sentuhan langsung lainnya, rasanya sudah menjadi makanan sehari-hari Ganjar, yang nyaris sulit ditanggapi secara sinis oleh publik.

Dalam perspektif lain bisa dikatakan bahwa Ganjar, dalam kacamata keberagaman Indonesia, cenderung memiliki posisi yang lebih baik dibanding calon-calon lainnya.

Ganjar diprediksi tidak akan kesulitan untuk bergaul dengan Nahdlatul Ulama, Muhammadyah, bahkan dengan Organisasi Keagamaan Kristen di mana pun berada, termasuk HKBP yang kental nuansa Sumatera Utaranya dengan keanggotaan lebih kurang 8 juta anggota.

Jika kita jadikan tiga organisasi ini sebagai representasi kasar Indonesia, maka Ganjar berpeluang menjadi tokoh politik dan calon presiden yang paling diterima oleh ketiganya.

Dengan kata lain, terlepas dari perkembangan angka-angka survei yang dinamis setiap bulan, jika fakta keberagaman Indonesia kita jadikan patokan dasarnya, maka Ganjar berpeluang menjadi calon presiden yang paling sinkron dengan keberagamanan nasional Indonesia.

Yang paling signifikan dan penting juga diingat adalah bahwa Ganjar sampai hari ini tak terdengar kaitannya dengan kekuatan-kekuatan oligarkis di Indonesia.

Posisi ini menjadi nilai tambah dari Ganjar untuk kalangan terdidik dan kritis yang telah berbuih-buih berteriak soal ancaman gurita oligarki nasional. 

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/18/14040091/meneropong-peluang-ganjar-pranowo-anies-baswedan-dan-ridwan-kamil-di-pilpres

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke