Salin Artikel

Saat Firli Bahuri Terpilih Jadi Ketua KPK: Suara Bulat Komisi III dan Dugaan Ada Operasi Senyap

Jakarta, KOMPAS.com - Sosok Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah menuai kontroversi sejak sebelum menjabat lembaga antirasuah itu.

Firli pernah menjadi sorotan atas dugaan pelanggaran etik, sebelum dia terpilih menjadi salah satu calon pimpinan KPK. Namun, nyatanya dia tetap melaju mulus memimpin KPK.

Ini terlihat saat Firli Bahuri terpilih secara bulat sebagai Ketua KPK periode 2019-2023 oleh Komisi III DPR pada Jumat (13/9/2019).

Firli mendapat suara terbanyak dengan 56 suara. Ia dipilih oleh seluruh anggota Komisi III DPR yang mengikuti voting.

"Berdasarkan diskusi, musyawarah dari seluruh perwakilan fraksi yang hadir menyepakati untuk menjabat Ketua KPK masa bakti 2019-2023 sebagai ketua adalah Saudara Firli Bahuri," ujar Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin saat memimpin voting dalam rapat pleno pemilihan ketua KPK periode 2019-2023 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Terpilihnya Firli sebagai ketua KPK menimbulkan banyak kecurigaan dari berbagai pihak, terutama akan adanya operasi senyap.

Apalagi, saat itu seluruh anggota Komisi III yang berjumlah 56 orang memberikan suaranya untuk Firli.

Muncul dugaan adanya operasi senyap atau kesepakatan sebelum voting dilakukan di antara anggota Komisi III untuk memilih Firli Bahuri.

Dugaan itu pun kemudian langsung dibantah oleh politisi PDI Perjuangan, Herman Hery.

"Itu pernyataan media yang sangat tendensius," kata Herman.

Menurut dia, anggota Komisi III berhak memilih siapa pun capim KPK yang mereka inginkan. Demokrasi, menurut Herman, melindungi hak itu.

"Kalau sesuai yang disampaikan dalam fit and proper test, ya dipilih," kata dia.

Pelanggaran etik berat

Sebelum Firli terpilih sebagai ketua lembaga antirasuah itu, pada 11/9/2019, KPK menggelar konferensi pers yang menyatakan bahwa Firli melakukan pelanggaran berat saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Bahkan, KPK juga sudah menyurati DPR soal rekam jejak dan status Firli itu. Sayangnya, surat itu seolah dimentahkan oleh DPR.

"Musyawarah itu perlu kami sampaikan hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019).

Tsani mengatakan, pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli itu berdasarkan pada tiga peristiwa. Pertama, pertemuan Irjen Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi pada 12 dan 13 Mei 2019.

Padahal, saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB. Firli tercatat pernah menjadi Kapolda NTB pada 3 Februari 2017 hingga 8 April 2018, sebelum menjadi Deputi Penindakan KPK.

Firli sudah pernah mengakui pertemuan itu. Namun, ia membantah adanya pembicaraan terkait penanganan kasus.

Kedua, Firli melanggar etik saat menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK Pada 8 Agustus 2018.

Ketiga, Firli pernah bertemu petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018. Pertemuan ini pun diakui oleh Firli. Tetapi, ia mengaku hadir atas undangan rekannya lalu bertemu dengan seorang ketua umum partai politik. 

Konferesi pers itu pun kemudian menuai polemik. Sebab, salah satu pimpinan KPK, Alexander Marwata, menyatakan bahwa pengumuman pelanggaran etik Firli tidak disetujui mayoritas pimpinan.

Pernyataan Alexander itu kemudian dibantah Ketua KPK Agus Rahardjo. Menurut Agus, pengumuman itu telah disetujui mayoritas pimpinan KPK.

Agus mengaku sedang berada di luar kota saat konfersnsi pers dilakukan. Namun, pernyataan yang disampaikan Tsani bersama Saut Situmorang atas kesepakatan melalui grup WhatsApp.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, seharusnya calon yang dianggap melanggar etik tak boleh dipilih sebagai pimpinan KPK yang baru. Namun, nyatanya DPR tetap memilih Firli sebagai ketua KPK.


Rencana besar

Sejak awal, ICW sudah menduga bahwa Komisi III DPR akan memilih calon pimpinan sesuai selera politik sampai mengabaikan catatan negatif calon tertentu.

Menurut ICW, proses seleksi dan pemilihan pimpinan KPK periode 2019-2023 seperti sebuah rencana besar.

"Sejatinya sinyal komposisi Pimpinan KPK yang baru saja terpilih sudah menguat sejak di Panitia Seleksi Capim KPK. Ini artinya, proses yang terjadi di Pansel Capim KPK, termasuk sikap politik Presiden Jokowi kemarin, dengan apa yang terjadi di DPR RI adalah sebuah proses yang seirama seolah menjadi bagian dari rencana besar," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Tak lama usai hasil pemilihan Firli diumumkan, Wakil Ketua KPK 2015-2019, Saut Situmorang menyatakan akan mundur dari posisinya. Dalam keterangan tertulis, Saut mengaku akan mundur per 16 September 2019.

"Saudara saudara yang terkasih dalam nama Tuhan yang mengasihi kita semua, izinkan saya bersama ini menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan pengunduran diri saya sebagai Pimpinan KPK terhitung mulai Senin 16 September 2019," ujar Saut, Jumat (13/9).

Setelah itu, juga ramai petisi penolakan Firli sebagai ketua KPK. Aksi demo menolak Firli sebagai ketua KPK juga banyak dilakukan pegiat antikorupsi. Masa depan pemberantasan korupsi dinilai bakal suram di tangannya. Ini karena Firli dianggap bukan sosok yang benar-benar bersih dan berintegritas.

Firli juga ditolak oleh pegawai KPK. Penolakan itu berasal dari penyidik dan pegawai lainnya yang merasa gelisah karena Firli pernah melanggar kode etik saat menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK.

https://nasional.kompas.com/read/2021/06/09/12443501/saat-firli-bahuri-terpilih-jadi-ketua-kpk-suara-bulat-komisi-iii-dan-dugaan

Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke