Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM Tubagus Erif mengatakan, draf RKUHP yang beredar dalam beberapa hari terakhir merupakan draf yang disepakati oleh pemerintah dan DPR pada September 2019.
"Itu draft kesepakatan tahun 2019 yang batal disahkan," kata Tubagus saat dihubungi, Senin (7/6/2021).
Ia menyebut pemerintah telah melakukan penyempurnaan atas draf tersebut, tetapi hingga kini belum juga disepakati di DPR.
"Secara resmi kesepakatan bersama DPR-pemerintah dapat dikatakan belum ada," kata dia.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyebutkan, draf yang beredar di masyarakat tidak dapat dikatakan sebagai draf baru karena draf tersebut belum diajukan oleh pemerintah ke DPR.
"Yang namanya draf baru itu nanti kalau Pemerintah sudah resmi mau ajukan ke DPR. Nah yang diajukan itu bisa disebut RKUHP baru. Sekali lagi, yang ada dan beredar itu tidak bisa disebut draf baru RKUHP," kata dia.
Senada dengan Tubagus, politikus PPP itu juga menegaskan, pemerintah dan DPR belum mengeluarkan revisi atas naskah RKUHP yang disetujui pada September 2019.
Ia menambahkan, hingga kini juga belum ada draf RKUHP final karena pemerintah dan DPR akan terus memperbaiki draf yang sudah ada.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi juga mengatakan, sejauh ini belum ada kesepakatan terbaru antara DPR dan pemerintah mengenai RKUHP.
Pasalnya, rencana revisi KUHP tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas tahun 2021.
"Kan enggak masuk Prolegnas Prioritas 2021, apanya yang disepakati kalau tidak masuk Prolegnas?" ujar dia.
Kilas balik
Seperti diketahui, RKUHP nyaris disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna pada Senin (30/9/2019) lalu meski menuai protes keras dari publik melalui unjuk rasa besar-besaran yang digelar di sejumlah daerah.
Saat itu, DPR akhirnya menunda pengesahan RKUHP dan sejumlah RUU kontroversial lainnya setelah mengadakan rapat Badan Musyawarah bersama pimpinan fraksi dan komisi.
"Bahwa tadi sebelum rapat paripurna ini telah diadakan rapat Bamus antarpimpinan DPR dan seluruh unsur pimpinan fraksi serta komisi terkait usulan penundaan atau carry over beberapa rancangan undang-undang yang akan kami selesaikan pada periode ini," ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo saat memimpin rapat paripurna.
"Seluruh fraksi memahami situasi sehingga setuju RUU ditunda dan di-carry over pada masa persidangan pertama pada periode yang akan datang," kata Bambang.
Sebelum keputusan itu diambil oleh DPR, Presiden Joko Widodo juga telah meminta agar DPR menunda pengesahan RKUHP yang menuai polemik di masyarakat.
"Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi, Jumat (20/9/2019).
Saat itu, Jokowi juga memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk menampung masukan dari berbagai kalangan terkait revisi KUHP.
Namun, memasuki periode 2019-2024, dorongan agar RKUHP segera disahkan kembali muncul, termasuk dari pemerintah.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, Indonesia mesti meninggalkan KUHP lama yang telah digunakan sejak zaman kolonial belanda.
"Ketika terjadi proklamasi berarti terjadi perubahan masyarakat kolonial menjadi masyarakat merdeka. Masyarakat jajahan menjadi masyarakat yang tidak terjajah lagi. Nah makanya hukumnya harus berubah seharusnya," ujar Mahfud dalam webinar "RUU KUHP dan UU ITE", dikutip dari keterangan tertulis Kemenko Polhukam, Kamis (4/3/2021).
Mahfud mencatat, upaya mengubah KUHP telah berlangsung selama 60 tahun tapi belum juga membuahkan hasil. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu pun berpendapat, jika ada hal-hal yang perlu diperbaiki dalam RKUHP, maka dapat ditempuh melalui legislative review atau judicial review.
"Yang penting ini formatnya yang sekarang sudah bagus, soal beberapa materinya tidak cocok bisa diperbaiki sambil berjalan. Kita harus mempercepat ini sehingga melangkah lebih maju lagi untuk memperbaiki," imbuh dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/07/17502611/soal-draf-rkuhp-pemerintah-dan-dpr-belum-bahas-sejak-batal-disahkan-pada