Salin Artikel

Johan Budi Tak Setuju Tes Alih Status Berdampak Pemberhentian 75 Pegawai KPK

Menurutnya, tes alih status pegawai KPK menjadi ASN seharusnya tidak memiliki dampak pemberhentian.

"Saya tidak setuju kalau misalnya alih status ini punya dampak. Jadi tes itu berdampak pada pemberhentian pegawai KPK. Seharusnya itu tidak dilakukan. Tidak fair itu," kata Johan Budi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (6/5/2021).

Mantan Juru Bicara KPK itu mengingatkan bahwa banyak pegawai KPK yang telah bekerja lebih dari lima tahun di institusi tersebut.

Sebab itu, dia mengaku prihatin dan iba apabila para pegawai itu kemudian diberhentikan hanya karena tidak lolos atau tidak memenuhi syarat sebagai ASN.

"Kasihan pegawai KPK yang sudah lama mengabdi di KPK. Sudah berapa tahun kok tiba-tiba diberhentikan gara-gara tidak lulus menjadi ASN yang pelaksanaannya itu karena ada revisi undang-undang," jelasnya.

Ia pun mengingatkan bahwa tes alih status tersebut digelar untuk melaksanakan aturan Undang-undang (UU) KPK yang baru yaitu UU Nomor 19 tahun 2019.

Dalam UU tersebut, jelas Johan, mengatur bahwa pegawai KPK adalah ASN. Oleh karenanya digelar tes alih status bagi para pegawai KPK tersebut agar menjadi ASN.

"Siapa yang memerintahkan adanya alih status? Itu adalah karena UU KPK direvisi. Itu bagian dari seperti pembentukan Dewan Pengawas yang dikarenakan ada revisi. Kemudian, revisi itu juga menghasilkan perlunya pegawai KPK menjadi ASN. Karena itu, pegawai KPK dilakukan alih status menjadi ASN," ungkap Johan.

Kendati demikian, ia tak ingin berspekulasi lebih jauh dan memilih untuk menunggu keputusan yang utuh dari KPK maupun instansi terkait penyelenggaraan tes tersebut.

Sebab, hingga kini dia melihat bahwa belum ada penjelasan yang utuh tentang polemik yang ada, baik dari KPK maupun instansi terkait.

"Belum ada penjelasan resmi KPK yang tidak lulus itu diberhentikan. Belum ada. Jadi yang beredar itu masih belum ada kepastian," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, pimpinan KPK mengungkapkan sebanyak 75 pegawai KPK tidak memenuhi syarat setelah mengikuti TWK sebagai ASN.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, TWK itu diikuti oleh 1.351 pegawai KPK, sebagai bagian dari alih status kepegawaian menjadi ASN.

Hasilnya, yang memenuhi syarat dan lolos TWK diketahui 1.274 orang.

"Yang tidak memenuhi syarat 75 orang atau TMS, pegawai yang tidak hadir sebanyak 2 orang," ucap Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/5/2021).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid bahkan menilai, TWK yang dijalani pegawai KPK berpotensi melanggar hak asasi manusi (HAM).

Potensi tersebut muncul apabila soal TWK dilakukan untuk menyortir pegawai berdasarkan pandangan agama dan paham politik individu.

Hal itu, kata dia, termasuk tindakan diskriminasi pekerja, karena semestinya sebuah tes yang dijalani pegawai KPK itu lebih berfokus untuk melihat kompetensi dan kinerjanya.

"Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama, atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan," kata Usman dihubungi Kompas.com, Rabu (5/5/2021).

"Ini jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang,"sambungnya.

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/06/13181921/johan-budi-tak-setuju-tes-alih-status-berdampak-pemberhentian-75-pegawai-kpk

Terkini Lainnya

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke