Padahal, kata dia, bukti adanya asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sudah jelas dilanggar dalam proses revisi UU KPK.
"Kalau dari segi menurut peraturan perundang-undangan, bahwa untuk membuat undang-undang atau merevisi undang-undang yang baru ada naskah akademik dulu," kata Laode dalam diskusi Kode Inisiatif, Minggu (18/4/2021).
"Ada konsultasi pemangku kepentingan yang relevan, dan yang ketiga salah satunya adalah konsultasi publik. Dari segi itu tidak ada yang dipenuhi oleh Undang-Undang KPK," ujar dia.
Laode mengatakan, ada beberapa hal yang dilanggar dalam proses revisi UU KPK, mulai dari tidak dilibatkannya pimpinan KPK.
Kemudian, waktu revisi yang singkat hanya dua minggu serta tidak kuorumnya dalam pengesahan UU KPK atau hanya kuorum berupa tanda tangan.
"Jadi MK saya heran. Harusnya gampang sekali untuk menolak. Jadi ini clear cut enggak ada lagi bilang ini abu-abu, dari semua prosedur dilanggar tidak ada yang dipatuhi. Sedikit pun tak ada," ujarnya.
Laode pun menduga, saat ini MK justru sedang mencari alasan yang pas untuk bisa menerima revisi UU KPK padahal sudah jelas banyak pelanggaran prosedur.
"Saya yakin itu sekarang ini sedang mencari-cari alasan bagaimana memberikan pembenaran terhadap yang salahnya sudah semakin tampak jelas seperti itu," ucap dia.
Adapun sejumlah pihak mengajukan permohonan uji formil atas UU KPK, salah satunya mantan komisioner KPK Laode M Syarif.
Namun, sudah lebih dari satu tahun perkafa uji materi tersebut belum juga diputuskan oleh MK.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/19/12040521/eks-pimpinan-kpk-heran-mk-belum-juga-putuskan-hasil-uji-materi-uu-kpk