Salin Artikel

Saat DPR Percepat Pengesahan RUU Cipta Kerja dan Abaikan Suara Rakyat

Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan, pada 8 Oktober 2020 menjadi 5 Oktober 2020.

DPR mempercepat penutupan masa sidang karena pertimbangan ada anggota DPR, staf DPR dari unsur ASN dan staf anggota yang terpapar Covid-19.

"Ada anggota DPR terpapar Covid-19, begitu juga staf ASN dan staf anggota, kita doakan sahabat-sahabat anggota DPR dan staf yang terpapar dalam segera pulih," kata Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin saat memimpin rapat.

Di dalam rapat, Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas mengatakan, terkait proses penyelesaian RUU Cipta Kerja, DPR dan pemerintah telah menggelar rapat sebanyak 64 kali yang terdiri dari rapat Panja dan rapat Tim Perumus.

Supratman mengungkapkan, pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan hampir setiap hari. Bahkan, tetap dilaksanakan meski di tengah masa reses DPR.

"Dilakukan mulai hari Senin sampai dengan Minggu, dimulai dari pagi hingga malam dini hari, bahkan masa reses pun tetap melaksanakan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," kata Supratman saat menyampaikan laporannya.

Kendati demikian, di dalam rapat, dua dari sembilan fraksi di DPR, yakni PKS dan Demokrat kembali menyampaikan penolakannya atas pengesahan RUU Cipta Kerja.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Hasan meminta, DPR dan pemerintah harus berpikir panjang untuk mengesahkan RUU sapu jagat tersebut.

Marwan mengatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja antara DPR dan pemerintah terlalu tergesa-gesa.

Padahal, pasal-pasal yang terdapat dalam RUU itu berdampak luas pada kehidupan masyarakat.

"Fraksi Partai Demokrat kembali menyatakan menolak RUU Cipta Kerja. Kami menilai banyak hal perlu dibahas kembali secara komprehensif," kata Marwan.

Senada dengan itu, anggota DPR dari Fraksi PKS Amin AK menegaskan, pihaknya menolak pengesahan RUU Cipta Kerja dalam pengambilan keputusan tingkat II tersebut.

Sebab, kata Amin, pembahasan RUU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19 membatasi keterlibatan publik.

Tak hanya itu, banyak pihak yang telah menyuarakan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja.

"Dengan memperhatikan itu semua, maka Fraksi PKS menyatakan menolak RUU Cipta Kerja untuk ditetapkan menjadi undang-undang," kata Amin.

Demokrat walk out

Adapun, Fraksi Partai Demokrat sempat beberapa kali melakukan interupsi dan meminta pimpinan DPR mempertimbangkan untuk menunda pengesahan RUU Cipta Kerja dalam pengambilan keputusan tingkat II tersebut.

Namun, kesempatan interupsi Fraksi Partai Demokrat tak diberikan lagi oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Akibatnya, Fraksi Partai Demokrat memutuskan walk out dari Rapat Paripurna.

"Kami Fraksi Partai Demokrat menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman dalam Rapat Paripurna.

Sementara itu, pemerintah yang diwakili Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, alasan pemerintah membuat RUU Cipta Kerja adalah untuk memprioritaskan program penanganan Covid-19.

"Walaupun Partai Demokrat tidak ada lagi di sini, atau tidak hadir, penting kami menyatakan bahwa undang-undang ini yang menjadi catatan, untuk memprioritaskan, program Covid-19," kata Airlangga.

Airlangga menegaskan, proses pembahasan RUU Cipta Kerja sudah transparan terhadap publik.

Selain itu, menurut Airlangga, pemerintah dan DPR sudah mengakomodasi kepentingan buruh di dalam RUU Cipta Kerja.

"Yang mengutamakan hubungan tripatrit antara pemerintah, pekerja dan pengusaha dengan di keluarkannya jaminan, JKP atau jaminan kehilangan pekerjaan," ujar dia.

Serikat pekerja kecewa dan mogok nasional

Di sisi lain, serikat buruh merasa kecewa atas keputusan DPR yang tetap mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang di tengah masa pandemi Covid-19.

"Kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin menangis, ingin menunjukan ekspresi kita kepada DPR dan pemerintah, di tengah situasi seperti sekarang kok bisa melakukan upaya yang sangat jahat seperti ini," ujar Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/10/2020).

Menurut Jumisih, pengesahan RUU Cipta Kerja ini semakin meneguhkan keyakinan buruh dan masyarakat bahwa DPR dan pemerintah tidak berpihak kepada rakyat, tetapi hanyak berpihak kepada pemilik modal.

Oleh karenanya, kata Jumisih, cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi sejahtera kian menjauh dari masyarakat.

"Pemerintah sedang mewariskan kehancuran untuk generasi kita dan generasi akan datang. Jadi pemeritnah mewariskan bukan kebaikan, tapi kehancuran untuk rakyatnya sendiri, per hari ini," ucap Jumisih.

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesian (KSPI) Said Iqbal menegaskan, para serikat buruh tetap menggelar aksi mogok nasional pada 6-8 Oktober dalam rangka menolak RUU Cipta Kerja.

Mogok nasional, menurut Iqbal, akan dilakukan kurang lebih 2 juta buruh yang melibatkan 32 federasi dan konfederasi serikat buruh dan sejumlah federasi serikat buruh lainnya.

Iqbal mengatakan, aksi mogok kerja ini telah sesuai dengan aturan perundangan-undangan yakni UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

"Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik," kata Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).

Iqbal juga mengatakan, dalam aksi mogok nasional tersebut, serikat buruh akan menyampaikan secara spesifik penolakan terhadap substansi RUU Cipta Kerja.

Rinciannya, buruh menuntut upah minimum kota (UMK) tanpa syarat dan upah minimum sektoral kota (UMSK) tidak dihilangkan.

Kemudian, buruh meminta nilai pesangon tidak berkurang. Buruh menolak adanya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup.

Selain itu, buruh juga menolak outsourcing seumur hidup, waktu kerja yang eksploitatif, serta hilangnya cuti dan hak upah atas cuti.

Buruh juga menuntut karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.

"Sementara itu, terkait dengan PHK, sanski pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003," kata Iqbal.

Adapun, aksi mogok nasional ini akan diikuti serikat buruh di 25 Provinsi di Indonesia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/06/06590411/saat-dpr-percepat-pengesahan-ruu-cipta-kerja-dan-abaikan-suara-rakyat

Terkini Lainnya

Jaksa KPK Bakal Panggil Istri dan Anak SYL ke Persidangan

Jaksa KPK Bakal Panggil Istri dan Anak SYL ke Persidangan

Nasional
BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

Nasional
Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Nasional
Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke