Pemohon merupakan seorang advokat bernama Viktor Santoso Tandiasa.
Viktor menggugat Pasal 23 UU Kementerian Negara yang berisi tentang larangan menteri untuk rangkap jabatan. Ia meminta agar MK menyatakan pasal tersebut juga berlaku untuk wakil menteri.
"Menyatakan Pasal 23 Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916), terhadap kata 'menteri' tetap konstitusional (conditonally constitusional) dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai termasuk 'wakil menteri'," bunyi petikan permohonan Viktor yang diunggah di laman MK RI, Rabu (9/9/2020).
Adapun Pasal 23 UU Kementerian Negara melarang menteri rangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau.
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Permohonan ini diajukan mengingat masih ada wakil menteri yang rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
Padahal, sebagaimana bunyi Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang terbit 27 Agustus lalu, MK telah menegaskan bahwa wakil menteri dilarang rangkap jabatan seperti halnya menteri.
Namun demikian, lantaran penegasan itu tak dimuat dalam amar putusan, pemerintah menganggap penegasan MK hanya sekadar saran dan tidak mengikat.
"Secara terang benderang pemerintah incasu Presiden dan Menteri BUMN menunjukkan praktik mengabaikan sikap berkonstitusi dalam bernegara dengan menganggap penegasan larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri oleh Mahkamah hanyalah dipandang sebagai saran dan tidak mengikat," tulis Pemohon.
"Hal tersebut dikuatkan dengan tidak segeranya dilakukan pencopotan posisi komisaris yang dirangkap oleh wakil menteri," lanjutnya.
Menurut Pemohon, dengan tetap merangkapnya wakil menteri sebagai komisaris di perusahaan-perusahaan milik BUMN, menyebabkan perusahaan tersebut tetap tidak lebih baik bahkan tetap mengalami kerugian yang tidak sedikit.
"Oleh karenanya, penting bagi Mahkamah untuk memuat dalam amar putusan bahwa larangan rangkap jabatan bagi menteri yang diatur dalam ketentuan norma Pasal 23 UU Kementerian Negara tetap konstitusional sepanjang dimaknai termasuk sebagai wakil menteri," tulis Viktor.
Untuk diketahui, larangan rangkap jabatan berlaku bagi wakil menteri tertuang dalam Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019
Putusan itu menyatakan bahwa MK menolak permohonan uji materi Pasal 10 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan menolak untuk menyatakan jabatan wakil menteri inkonstitusional.
Namun demikian, Mahkamah mempertimbangkan fakta mengenai banyaknya wakil menteri yang rangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara ataupun swasta.
Mahkamah menilai, sekalipun wakil menteri bertugas untuk membantu menteri, namun karena pengangkatan dan pemberhentiannya menjadi hak prerogatif Presiden sebagaimana menteri, maka wakil menteri harus ditempatkan sebagai pejabat sebagaimana status yang diberikan kepada menteri.
"Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 berlaku pula bagi wakil menteri," ujar Hakim MK, Manahan Sitompul.
Hal itu dimaksudkan agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang ditanggungnya sebagai pembantu menteri.
"Pemberlakuan demikian dimaksudkan agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat wakil menteri di kementerian tertentu," kata Manahan.
Merespons putusan itu, Staf Khusus Presiden Joko Widodo Bidang Hukum Dini Purwono menilai, putusan MK tidak mengikat. Sebab, larangan wakil menteri tak dimuat dalam amar putusan.
"MK memang memberikan pendapat bahwa ketentuan rangkap jabatan yang berlaku terhadap menteri seharusnya diberlakukan mutatis mutandis terhadap jabatan wamen (wakil menteri). Sebagai klarifikasi, pendapat MK ini sifatnya tidak mengikat karena bukan bagian dari putusan MK," kata Dini lewat keterangan tertulis, Minggu (6/9/2020).
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/10/09543741/masih-ada-wamen-rangkap-jabatan-uu-kementerian-negara-kembali-digugat-ke-mk