Meskipun ada sederet aturan dan imbauan agar bakal pasangan calon Pilkada tak membawa rombongan saat mendaftar ke KPU, arak-arakan massa tetap terjadi.
Hal itu, menurut Ari, menunjukkan bahwa sejatinya bakal calon kepala daerah hanya peduli pada kekuasaan, tidak pada keselamatan warganya di tengah pandemi.
"Calon pemimpin itu menurut saya tidak mencerminkan, tidak melakukan etika dan tanggung jawab publik. Mereka baru pasangan calon, tetapi dengan segala aturan terkait protokol kesehatan," kata Ari dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (8/9/2020).
"Kebanyakan hanya peduli pada kuasa, peduli pada how to get the power," lanjutnya.
Ari mengatakan, baik bakal calon maupun partai politik sama-sama menunjukkan rendahnya keteladanan kepemimpinan.
Padahal, keduanya seharusnya juga ikut bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan politik bagi rakyat.
"Ini menggambarkan bahwa kondisi demokrasi kita adalah demokrasi yang semu, demokrasi kepura-puraan," ujar Ari.
Senada dengan Ari, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, kerumunan massa saat pendaftaran Pilkada menunjukkan kegagalan calon pemimpin untuk memimpin warganya.
Sebab, warga sebatas dijadikan komoditas untuk memenuhi hasrat politik calon kepala daerah.
"Dia tidak peduli dengan keselamatan warganya. Jadi bagaimana lima tahun mendatang mau memimpin daerahnya jika warganya saja dia jadikan objek," kata Lucius dalam diskusi yang sama.
"Untuk itu saya kira penting untuk menyerukan kepada publik agar jangan memilih pemimpin yang sejak awal sudah tidak peduli dengan rakyatnya sendiri," tuturnya.
Kendati demikian, menurut Lucius, penyelenggara Pilkada yakni KPU dan Bawaslu juga patut disalahkan dalam hal ini.
Seharusnya, sebagai penyelenggara, keduanya mampu menjamin terlaksananya protokol kesehatan pencegahan Covid-19 selama tahap pendaftaran.
Kenyataanya, hal itu luput sehingga aturan yang telah dibuat pun tak mampu mencegah terjadinya kerumunan.
"Apa yang kita saksikan dalam proses pendaftaran pada 3 hari pertama kemarin itu sungguh-sungguh membuktikan kualitas penyelenggara penyelenggara pemilu kita yang kemudian terlihat lebih besar di omongan," kata Lucius.
Oleh karena tahapan Pilkada ke depan masih panjang, calon kepala daerah dan partai politik didorong untuk lebih bertanggung jawab untuk mematuhi aturan protokol kesehatan.
Sementara penyelenggara diminta untuk memastikan protokol kesehatan benar-benar dijalankan peserta, sehingga Pilkada dapat menjamin keselamatan warga negara.
Sebelumnya diberitakan, ada 243 dugaan pelanggaran yang dilakukan bakal calon kepala daerah selama 2 hari pendaftaran Pilkada.
Data itu dihimpun oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga Sabtu (5/9/2020). Data masih mungkin bertambah lantaran Bawaslu tengah menghimpun dugaan pelanggaran di masa pendaftaran hari ke-3.
Dugaan pelanggaran ini berkaitan dengan aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang berlaku selama masa pendaftaran.
"Hari pertama 141 (dugaan pelanggaran), hari kedua 102," kata Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/9/2020) malam.
Fritz menyebut, para bapaslon diduga melanggar aturan karena umumnya membawa massa saat mendaftar ke KPU. Ada pula bapaslon yang ketika mendaftar tak membawa surat hasil tes PCR atau swab test.
Setelah pendaftaran peserta ditutup, tahapan Pilkada 2020 akan dilanjutkan dengan penetapan paslon pada 23 September.
Sementara, hari pemungutan suara Pilkada rencananya akan digelar serentak pada 9 Desember.
Adapun Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/08/17105411/kerumunan-pendaftaran-pilkada-dinilai-jadi-bukti-rendahnya-tanggung-jawab