Salin Artikel

Djoko Tjandra Minta Sidang PK Daring, MA Sebut Pemohon Harus Hadir

Hal itu terkait permintaan buron kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra, agar sidang pemeriksaan PK yang ia ajukan digelar secara daring.

"Ya (pemohon wajib hadir)," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (21/7/2020).

Abdullah mengacu pada Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

Poin 5 pada bagian Kamar Pidana di SEMA tersebut menegaskan bahwa kehadiran pemohon PK dan jaksa adalah sebuah keharusan.

Di poin itu tertulis, "Filosofinya: kuasa dalam hukum pidana tidak mewakili tetapi mendampingi, jadi pemohon PK harus hadir".

Masih mengacu pada poin itu, disebutkan apabila pemohon PK tidak hadir, perkara PK tidak dapat diterima sesuai Pasal 266 ayat (1) KUHAP.

Abdullah menuturkan, sidang perkara pidana secara daring hanya dilakukan sesuai Perjanjian Kerja Sama antara Kejaksaan Agung, MA, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Menurutnya, sidang perkara pidana secara daring digelar untuk terdakwa yang berada di rutan atau lapas dengan tujuan mencegah penularan Covid-19.

"Sidang perkara pidana secara teleconference sesuai Perjanjian Kerja Sama MA-Kejagung-Kementerian Hukum dan HAM, karena terdakwanya di lapas atau rutan. Keberadaan terdakwa jelas tempatnya," tuturnya.

"Oleh karena mematuhi protokol kesehatan dan antisipasi terpapar Covid-19, maka sidang dilaksanakan secara teleconference," sambung dia.

Diberitakan, buron dalam kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, kembali tak menghadiri sidang PK yang diajukannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/7/2020).

Namun, Djoko Tjandra menulis surat dari Kuala Lumpur, Malaysia, tertanggal 17 Juli 2020.

Dalam surat itu, Djoko meminta maaf tak dapat menghadiri sidang karena kondisi kesehatannya menurun.

"Sebagaimana sidang sebelumnya yang ditunda pada 29 Juni 2020 dan 6 Juli 2020, saya selaku pemohon meminta maaf kepada Majelis Hakim yang memeriksa permohonan atas ketidakhadiran karena kondisi kesehatan yang menurun, sehingga tidak bisa hadir di tengah pandemi Covid-19," kata kuasa hukum Djoko Tjandra, Andy Putra Kusuma, saat membacakan surat seperti dikutip dari TribunJakarta.com, Senin.

Djoko pun meminta agar pemeriksaan dilakukan secara daring atau melalui video conference.

Dia berharap majelis hakim mengabulkan permintaannya tersebut.

"Demi tercapainya keadilan, lewat surat ini saya mohon agar dapat melaksanakan pemeriksaan secara daring. Besar harapan saya Majelis Hakim dapat mengabulkan permohonan saya," ujar Andy.

Maka dari itu, majelis hakim menunda sidang dan dijadwalkan akan digelar kembali pada 27 Juli 2020 dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum (JPU).

PN Jakarta Selatan sebelumnya memutuskan Djoko bebas dari tuntutan. Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah.

Djoko dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Namun, sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby.

Djoko Tjandra kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012.

Namun, alih status warga negara itu tidak sah karena Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/21/20490171/djoko-tjandra-minta-sidang-pk-daring-ma-sebut-pemohon-harus-hadir

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke