Peneliti Lucius mengatakan, sikap tertutup itu ditunjukkan dengan tidak ada informasi terkait RUU Minerba tersebut yang bisa diakses oleh publik.
"Bagaimana bisa dengan kondisi serba tertutup dengan hampir tidak adanya informasi terkait substansi. Bahkan naskah RUU Minerba yang mau disahkan saja tak ada di mana-mana, DPR mengaku sudah menunaikan kewajiban menerima masukan publik?" kata Lucius kepada Kompas.com, Senin (11/5/2020).
DPR juga dinilai tidak mempertimbangkan masukan publik atas substansi RUU Minerba bila dilihat dari minimnya rapat yang dibuat DPR untuk menerima masukan publik.
Lucius menuturkan, partisipasi publik bukan hanya sebatas pada acara yang didesain untuk bertemu dengan stakeholder yang mereka inginkan.
Partisipasi publik, kata Lucius, membiarkan publik dapat leluasa membicarakan substansi RUU melalui berbagai kanal informasi.
"DPR harus membuka kesempatan itu kepada seluruh warga negara, bukan hanya kelompok tertentu, apalagi kelompok yang sudah dipetakan DPR ada pada posisi yang mendukung mereka," ujar Lucius.
Lucius mencontohkan situs DPR yang tidak menginformasikan proses pembahasan RUU Minerba serta tidak adanya draf RUU Minerba di situs resmi DPR dan pemerintah.
Oleh karena itu, ia menilai DPR cenderung mengklaim banyak hal terkait partisipasi publik meskipun hal itu sekadar formalitas.
"Partisipasi publik yang didesak publik itu jangan dimaknai sebagai sebuah tahapan formil sehingga dengan mudah dikemas sekadar untuk formalitas saja," kata Lucius menambahkan.
Diberitakan, Komisi VII DPR mengagendakan rapat kerja Pembicaraan Tingkat I atau pengambilan keputusan terhadap RUU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Senin (11/5/2020) siang ini.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Eddy Soeparno mengatakan, pengambilan keputusan dilakukan bersama sejumlah menteri, yaitu Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, serta Menteri Dalam Negeri.
Eddy mengklaim, selama pembahasan dilakukan, DPR mematuhi peraturan perundang-undangan dan tata tertib yang berlaku.
Eddy pun mengatakan, jika ada masyarakat yang keberatan dengan RUU Minerba setelah disahkan, dapat mengujinya lewat Mahkamah Konstitusi (MK).
"SOP pembahasan tidak ada yang salah dan dilanggar. Kewenangan pembahasan RUU ada di DPR dan pemerintah," ucapnya.
"Jika ada UU yang sudah disahkan dan ada pihak yang merasa tidak terakomodasi aspirasinya, ada pintu gugatan sebagaimana diatur oleh konstitusi, yakni judicial review melalui MK," kata Eddy.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/11/14573451/formappi-naskah-ruu-minerba-yang-mau-disahkan-saja-tak-ada-di-mana-mana