Salin Artikel

Pro Kontra WNI Terduga Teroris Lintas Batas dan Polemik Pemulangannya…

Kalimat itu merupakan twit Presiden Joko Widodo di akun Twitter pribadinya, Kamis (6/2/2020), saat menanggapi pertanyaan wartawan terkait wacana pemulangan warga negara Indonesia yang diduga sebagai foreign terrorist fighter.

Di Indonesia, FTF dikenal juga sebagai teroris lintas batas. Bahkan banyak di antara mereka yang membakar paspor Indonesia dan hengkang ke sejumlah negara, terutama di Timur Tengah.

Kicauan yang diunggah Jokowi pukul 09.04 WIB itu telah dibagikan ulang sebanyak 470 kali dan disukai lebih dari 2.200 orang.

Sejumlah netizen pun ramai menanggapi twit tersebut. Kebanyakan dari mereka menolak eks terduga teroris itu untuk dipulangkan, karena khawatir justru akan membahayakan kondisi keamanan dalam negeri.

Misalnya twit berikut:

"Untuk mengambil keputusan seperti ini saja perlu dibahas berkali-kali, padahal kasus lama. Saran saya pak, jangan dipulangkan. Kalau mereka berulah di Tanah Air, siapa yang tanggung jawab? Mau lempar batu sembunyi tangan? Atau harus ada korban lagi agar kita belajar?” tulis akun Muhammad Iqbal Abdul Ghofur, @sanguan_saeutik.

Hingga kini, pemerintah masih belum memutuskan apakah nantinya akan memulangkan mereka atau tidak.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam), setidaknya ada 660 WNI yang diduga menjadi teroris lintas batas.

Sebagian dari mereka diduga bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak, ataau berada di sejumlah negara lain.

Sebanyak 184 di antaranya berada di Suriah, terdiri atas 31 laki-laki dan 153 perempuan dan anak-anak. Sementara sisanya tersebar di berbagai negara seperti Turki dan Afghanistan.

Wacana pemulangan ini pun turut diperbincangkan di tingkat legislatif.

Anggota Komisi I DPR, Fadli Zon menegaskan, pemerintah harus mengembalikan eks WNI itu ke Tanah Air. Alasan konstitusional menjadi dalih Fadli mendesak hal tersebut kepada pemerintah.

Namun sebelumnya, pemerintah perlu memastikan bahwa mereka adalah korban, serta mencari auktor intelektualnya.

"Harus ada usaha untuk kembalikan mereka kepada jalan yang benar sebagai warga negara dan harus difasilitasi, jangan mereka diabaikan, karena kita punya kewajiban konsititusional lindungi tiap warga negara Indonesia," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Meski demikian, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengingatkan, pemerintah harus mencari prosedur yang tepat agar ketika mereka dipulangkan sudah tak lagi terpapar paham radikal.

"Tentu ada protokol yang harus dijalani, semacam interogasi, mereka harus dilihat apa yang terjadi, kronologi seperti apa, dibriefing kembali sebagai warga negara," ujarnya.

Tak dianggap WNI?

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai, para eks terduga teroris itu semestinya tidak bisa lagi dianggap sebagai WNI.

Sebab, mereka telah membakar paspor yang menjadi identitas diri mereka sebagai WNI di luar negeri.

"Nah kami juga masih bingung apa alasan pemerintah memulangkan WNI itu. Karena kan sudah bukan WNI sudah dicuci otaknya mereka secara sadar kok," ucap Ace di Jakarta.

Hanya saja, politikus Partai Golkar itu menambahkan, pemerintah perlu memastikan bahwa mereka sudah terderadikalisasi bila ingin mengembalikannya lagi ke lingkungan masyarakat umum.

Hal itu untuk memastikan bahwa mereka tak akan lagi bergabung atau menyiarkan paham ISIS ke masyarakat luas.

Kekhawatiran juga disampaikan Ketua Komisi III DPR Herman Hery. Menurut dia, pemerintah perlu memastikan pemulangan mereka tidak akan menimbulkan persoalan baru.

Oleh karena itu, pemerintah perlu merencanakan progam deradikalisasi secara matang dan dijalankan secara professional oleh orang-orang yang berkompeten.

"Bagaimana pun orang yang sudah ke sana, sudah terkontaminasi paham tersebut. Jangan sampai mereka kembali diterima bulat-bulat langsung dikembalikan ke masyarakat dan membuat persoalan baru," kata politikus PDI Perjuangan itu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Multiaspek

Sementara itu, menurut Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, penanganan eks terduga teroris bukan hanya sekedar menyangkut persoalan agama.

Program deradikalisasi yang akan dilakukan pemerintah harus mencakup multiaspek, mulai dari ideologi, ekonomi, hingga politik.

"Harus multi-disiplin. Ini bukan urusan agama, ini nanti deradikalisasinya jalan, program moderasi keagaman mereka harus melibatkan MUI, juga melibatkan teman, tenaga kerja, koperasi," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (4/2/2020).

"Karena masalah ekonomi ada, masalah ideologi ada, masalah politik ini ada. Sebanyak 600 ini harus benar-benar dijaga," ujar Mardani Ali Sera.

Misalnya, dalam hal pelaksanaan deradikalisasi dan pengembalian mereka terjun kembali ke masyarakat.

Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, jika hal itu tidak direncanakan secara matang, maka dapat menimbulkan persoalan di kemudian hari.

"Kalau dipulangkan itu nanti bagaimana deradikalisasinya dan kemudian penerjunannya ke tengah masyarakat ketika merasa secara psikologis terisolasi oleh sikap-sikap masyarakat nanti kan bisa jadi masalah baru kan. Sehingga semuanya masih dianalisis," ucap Mahfud MD.

Selain itu, pemerintah masih menganalisis dasar hukum terhadap proses pemulangan ini.

"Mau dipulangkan ini dasar hukumnya, kalau tidak dipulangkan ini dasar hukumnya. Kita bicara aturan hukumlah, ini negara hukum, kita tunggu dulu," kata Mahfud MD.

Keputusan akhir pemulangan mereka, imbuh Mahfud, akan diputuskan paling lambat Juni 2020.

Perempuan dan anak

Dari ratusan WNI yang tidak jelas nasibnya itu, tidak semuanya memilih meninggalkan Indonesia atas inisiatif pribadi.

Sebagian besar, yang notabene adalah perempuan dan anak-anak, justru dipaksa ke Suriah, entah itu oleh orangtua maupun keluarga.

Seperti cerita Nada, WNI yang diduga bergabung dengan ISIS. Dalam sebuah wawancara dengan BBC Indonesia, Nada mengaku diajak ayahnya ke Suriah bersama keluarga dan neneknya pada 2015 silam.

Dia mengaku tidak mengetahui bahwa ayahnya akan mengajaknya ke sana dan bergabung dengan ISIS.

"Sebelumnya saya tidak tahu ayah akan membawa kami ke sini," ucap dia.

Sehari-hari, Nada mengaku melihat kekejaman kelompok ISIS dalam membantai musuh-musuh mereka. Bahkan, tak jarang hal itu dilakukan di pinggir jalan agar seluruh orang dapat melihatnya.

Meski dijerumuskan oleh ayahnya sendiri, Nada mengaku, tetap memaafkannya. Baginya, setiap orang dapat melakukan kesalahan.

"Dia sudah meminta maaf kepada saya tentang apa yang dia lakukan. Dia sudah meminta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahannya. Tapi dia tidak bisa melakukan apa pun karena dia dipenjara," kata Nada.

Ia pun berharap suatu saat dapat kembali pulang ke Indonesia, dan orang-orang yang ada di sekitarnya dapat menerimanya kembali dan memaafkannya.

Sementara itu, ayah Nada, Aref mengaku langkahnya membawa seluruh keluarganya ke Suriah adalah sebuah kesalahan besar.

"Semua orang pernah berbuat salah dalam hidup. Dan ini adalah kesalahan terbesar yang pernah saya lakukan," ucapnya.

Hingga kini, ia mengaku, tidak ada satu pun pihak dari Pemerintah Indonesia yang berusaha untuk menemuinya.

"Saya tidak tahu. Tidak ada satu pun orang Indonesia yang mendatangi saya dan berbicara kepada saya," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/02/06/12255531/pro-kontra-wni-terduga-teroris-lintas-batas-dan-polemik-pemulangannya

Terkini Lainnya

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Nasional
Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Nasional
Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Nasional
Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Nasional
Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Nasional
Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Nasional
Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Nasional
Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Nasional
Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke