Jika ternyata memiliki cukup bukti, KPK bisa memidanakan parpol tersebut lewat pidana korporasi.
"Ini salah satu peluang KPK untuk menggebrak agar pemberantasan korupsi itu perlu tindak pidana korporasi dan partai politik juga korporasi yang bisa jadi obyek yang ditegakkan seandainya dia membiarkan kejahatan, memfasilitasi kejahatan dan sebagainya," kata Supardji dalam sebush diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/1/2020).
Namun demikian, Supardji mengakui, penerapan pidana korporasi pada partai politik dalam kasus ini menjadi tantangan bagi KPK
Di samping itu, Supardji menilai kasus Wahyu Setiawan ini merupakan imbas dari biaya politik yang sangat tinggi agar seseorang dapat melenggang ke DPR maupun menjadi kepala daerah.
Kasus ini, kata Supardji, membuktikan bahwa ada upaya-upaya dari partai politik untuk menabrak aturan-aturan yang sudah ada.
"Selama ini orang mencurigai perselingkuhan internal antar partai. Tapi ini luar kebiasan, sebuah kejahatan demokrasi yang melibatkan antara panitia dan peserta. Dan itu tentunya akan berdampak pada kejahatan-kejahatan turunan berikutnya," ujar Supardji.
Diberitakan, Komisioner KPU Wahyu Setiawan dijadikan tersangka karena diduga menerima suap setelah berjanji untuk menetapkan caleg PDI-P Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
KPK menyebut Wahyu telah menerima uang senilai Rp 600 juta dari Harun dan sumber dana lainnya yang belum diketahui identitasnya. Sedangkan, Wahyu disebut meminta uang operasional sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan niat Harun.
KPK menetapkan total empat tersangka dalam kasus suap yang menyeret komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Selain Wahyu, KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina.
Lalu, politisi PDI-P Harun Masiku, dan pihak swasta bernama Saeful. Dua nama terakhir disebut Lili sebagai pemberi suap. Sementara Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/11/13260041/kpk-diminta-telusuri-keterlibatan-parpol-dalam-kasus-wahyu-setiawan