JAKARTA, KOMPAS.com- Aktivis lingkungan Heri Budiawan atau Budi Pego berpendapat kehadiran perusahaan tambang emas di kawasan Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur, tak memengaruhi kesejahteraan warga sekitar.
Mengingat, ia dan warga lainnya sudah memiliki penghasilan utama dari pertanian buah naga.
Sejak 2012 atau tepatnya setelah pulang merantau dari Arab Saudi, Budi menanam buah naga di atas lahan miliknya seluas 6 ribu meter persegi. Saban bulannya, Budi nyaris tak pernah absen memanen.
"Sebulan bisa dua kali panen. Sekali panen bisa dua ton buah naga, kira-kira sekitar Rp 36 juta, dapat," ujar Budi ketika ditemui Kompas.com di kantor Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi), Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Lahan itu tak jauh dari kediamannya di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur.
Budi melancarkan aksinya karena khawatir lahannya akan dicaplok perusahaan tambang emas milik anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold, yaitu PT Bumi Suksesindo (PT BSI) dan PT Damai Suksesindo (PT DSI).
Budi mengungkapkan, Bupati Abdullah Azwar Anas berdalih kehadiran perusahaan tambang guna meningkatkan kesejahteraan warga sekitar lokasi tambang.
Namun, dalih itu ia bantah. Bahwa, tanpa kehadiran perusahaan pun perekonomian warga sudah tercukupi.
Sebaliknya, adanya perusahaan justru mengancam sumber pendapatan mereka yang umumnya merupakan petani. Karena itu, Budi dan warga lainnya kemudian melakukan perlawanan.
"Tanpa ada perusahaan, warga sudah sejahtera," kata Budi.
Tak hanya buah naga, Budi juga bercocok tanam buah jeruk. Namun buah naga tetap menjadi andalan utamanya. Hasil pertanian itu ia kirimkan ke berbagai daerah. Seperti ke Surabaya, Kediri, Kupang, Jakarta, hingga Medan.
Di tengah kegiatannya sebagai petani, Budi juga fokus menggelar aksi penolakan dan perlawanan terhadap perusahaan tambang emas.
Nahas bagi Budi, akibat aksi penolakan dan perlawanannya ia dilaporkan perusahaan ke kepolisian setempat dari kurun waktu 2014 hingga 2017.
Bahkan laporan terakhir mengantarkannya mendekam ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banyuwangi.
Budi dituduh telah menyebarkan ajaran komunisme lewat salah satu spanduk "gadungan" dalam aksi terakhirnya di depan kantor Kecamatan Pesanggaran pada 4 April 2017.
Budi pun dijebloskan ke penjara selama 10 bulan akibat kriminalisasi yang menderanya.
Tuduhan itu tanpa bisa dibuktikan, sekalipun ketika ia sudah menghirup udara bebas.
Akibat kriminalisasi itu, perekonomian Budi sempat menyusut.
"Waktu dipenjara saya nge-blank, otomatis perekonomian keluarga juga turun," katanya.
Setelah bebas pada 1 Juli 2018, pelan-pelan Budi kembali merintis memproduksi buah naga.
Tak berpatokan pada musim panen, membuat hasil panen buah naga mudah dituai.
Jika sedang memasuki musim panen, ia memiliki metode penanaman dengan memasang lampu. Dari waktu senja hingga menjelang pagi.
"Mayoritas naga, tanpa ada perusahaan juga sudah terjamin karena dengan naga warga bisa berpuluh-puluh panen dalam setahun," katanya.
Kini, Budi tengah merencanakan melayangkan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan MA.
"Keadilan di masyarakat sepertinya tidak berpihak. Proses di pengadilan tidak mendapatkan keadilan. Kita sekarang minta keadilan. Harapannya biar tidak ada beban sekarang, beban mental, beban lainnya," ucap Budi.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/16/13111621/kisah-budi-pego-bertani-buah-naga-sembari-lancarkan-penolakan-tambang-emas