Dalam keterangannya, Abdul Chair menilai bahwa operasi tangkap tangan (OTT), juga yang dilakukan terhadap I Nyoman Dhamantra yang saat itu merupakan anggota Komisi VI DPR, bertentangan dengan hukum.
"Secara akademis dan ilmiah, OTT bertentangan dengan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)," ujar Chaidir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2019).
"Karena sampai sekarang ahli belum menemukan dalil argumentatif maupun pendekatan penafsiran baik secara teologis, teoretika terhadap pembenaran OTT," kata dia.
Ia berpendapat, OTT merupakan produk dari praktik lembaga penegak hukum. Bukan dari sebuah aturan hukum itu sendiri.
Menurut Chaidir, OTT bertentangan dengan Pasal 1 butir 19 KUHAP tentang tertangkapnya seseorang pada saat sedang maupun sesudah melakukan tindak pidana.
Dia mengatakan, praktik tertangkap tangan beda dengan OTT dalam kacamata hukum.
"Keyakinan ahli jelas bertetangan dengan KUHAP. Tetapi, ahli dapat menerima sepanjang itu disampaikan dengan pembahasan akademik," kata dia.
Chaidir menambahkan, tidak perlu lagi ada penafsiran tertangkap tangan. Karena, itu sudah menjadi istilah umum.
"Tertangkap tangan itu pengetahuan umum yang tidak perlu ada lagi pembuktian," kata dia.
Kasus ini bergulir dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Agustus 2019. Penyidik KPK mendapat informasi adanya transaksi suap terkait pengurusan kuota dan izin impor bawang putih tahun 2019.
KPK kemudian menetapkan enam tersangka. Di antaranya Dhamantra, Mirawati Basri, dan Elviyanto sebagai penerima suap.
Selain itu, Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar sebagai pemberi uang suap.
Dhamantra, Mirawati Basri dan Elviyanto diduga menerima uang suap sebesar Rp 2 miliar melalui transfer untuk mengurus kuota impor bawang putih dari Chandry Suanda, Doddy Wahyudi dan Zulfikar.
Doddy Wahyudi diduga mentransfer Rp 2 miliar ke rekening kasir money changer milik Dhamantra. Uang Rp 2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus Surat Persetujuan Impor (SPI).
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/07/19253741/praperadilan-i-nyoman-dhamantra-saksi-nilai-ott-bertentangan-dengan-kuhap