Sebab, menurut Denny, barang bukti dokumen dan surat yang diserahkan begitu banyak, sementara waktu yang dimiliki hakim tidak banyak.
"Barang bukti kertas ini memang tidak efisien. Dengan waktu yang ada, majelis tidak akan sempat mempelajari satu per satu," ujar Denny di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Denny berharap, ke depannya MK dapat menjadi pengadilan berbasis teknologi dengan penggunaan barang bukti digital. Dengan begitu, tidak diperlukan banyak fotokopi dokumen sebagai bahan pembuktian.
Menurut Denny, selain tidak lebih efisien, penggunaan barang bukti digital juga dapat mencegah kerusakan lingkungan akibat limbah kertas.
Dalam sidang sengketa hasil pemilu, pemohon mengajukan banyak dokumen tertulis sebagai barang bukti. Setiap lembar dokumen harus dibuat dalam 12 rangkap.
Tim hukum pemohon sempat mengeluh dalam persidangan, karena menghabiskan banyak biaya untuk fotokopi dokumen yang dijadikan barang bukti.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/27/11450671/tim-hukum-02-tak-yakin-hakim-sempat-pelajari-semua-bukti-dokumen