Salin Artikel

KPK Akan Bertemu Pemprov DKI Bahas Opsi Penghentian Privatisasi Air

Rencana pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan antara KPK dengan Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum DKI pada Jumat (10/5/2019) lalu.

"KPK dan Pemprov DKI akan mengagendakan pertemuan lanjutan untuk mengetahui kebijakan yang diambil terkait penghentian privatisasi pengelolaan air bersih di Jakarta. Rencana pertemuan akan dilakukan setelah Mei 2019 ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan pers, Rabu (15/5/2019).

Menurut Febri, saat ini, tim dari Direktorat Pengaduan Masyarakat dan Litbang KPK sedang mencermati informasi dan dokumen yang didapatkan sebelumnya.

Ia menjelaskan, pertemuan lanjutan ini dalam rangka melakukan klarifikasi pengaduan masyarakat terkait dengan berakhirnya kontrak pengelolaan air bersih PT PAM Jaya dengan PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) pada tahun 2023.

"Sebelumnya tim KPK mendengarkan paparan mengenai opsi kebijakan atas penghentian privatisasi. Dari paparan tersebut diketahui bahwa privatisasi pengelolaan air bersih sejak tahun 1998 sampai dengan Desember 2016," katanya.

PT PAM Jaya selaku BUMD membukukan kerugian Rp 1,2 triliun, sedangkan laba yang dibukukan pihak swasta Rp 4,3 triliun.

Laba yang diperoleh pihak swasta ini dinilai berbanding terbalik dengan kinerja, target coverage area penyediaan air bersih dan produksi air untuk DKI Jakarta serta tidak sesuai dengan harapan.

"Salah satu penyebab rendahnya pendapatan PT PAM Jaya dari kerja sama ini disebabkan terdapat beberapa klausul perjanjian yang memberatkan pemerintah, diantaranya adalah kesepakatan IRR (Internal Rate of Return) 22 persen dan kewajiban pemerintah membayar defisit," ungkap dia.

Menurut Febri, tim Pemprov DKI telah menyampaikan rekomendasi sejumlah skenario ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal penghentian privatisasi air.

KPK menyoroti beberapa hal, seperti proses bisnis penyediaan layanan air bersih dan mekanisme kontrol PT PAM Jaya terhadap kegiatan operator PALYJA dan Aetra.

Kemudian, faktor-faktor yang menyebabkan terdapat klausul kontrak yang tidak mencerminkan kepentingan pemerintah.

"Lalu, skenario penghentian privatisasi, klausul perjanjian dalam Head of Agreement yang berpotensi menimbulkan masalah hukum, khususnya pemberian eksklusivitas kepada Aetra untuk mengelola air baku menjadi air bersih di DKI Jakarta," ujarnya.

Klausul itu, kata Febri, menunjukkan penghentian privatisasi penyediaan air bersih belum dilakukan sepenuhnya oleh DKI Jakarta.

"Pada kesempatan ini KPK juga menyampaikan agar setiap klausul-klausul perjanjian yang dibuat dengan pihak swasta tidak melanggar peraturan dan harus memberi keuntungan maksimum dari aspek keuangan dan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat DKI," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/05/16/10082791/kpk-akan-bertemu-pemprov-dki-bahas-opsi-penghentian-privatisasi-air

Terkini Lainnya

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke