Ada proses panjang yang pada akhirnya membuat pria kelahiran Pembuang Hulu, 1 Maret 1992 ini, maju sebagai caleg dari Partai Nasdem.
"Ada dua (alasan), aku pernah melakukan studi S1 waktu skripsi tentang kebijakan penanggulangan HIV/AIDS, di Kabupaten Kotawaringin Timur. Di situ aku ketemu bahwa enggak ada orang (anggota dewan) yang bergerak di bidang kesehatan, ada satu kesimpulan bahwa banyak yang tidak sesuai bidang sebenarnya yang nempatin komisi-komisi," kata Asrari kepada Kompas.com, Sabtu (30/2/2019).
Berkaitan dengan temuan tersebut, ia menemukan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa sekitar 60 persen anggota legislatif di sana, lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Meski secara aturan tak bermasalah, Asrari melihat situasi itu bisa berdampak pada proses pembuatan kebijakan.
"Itu yang akhirnya miris, yang pada akhirnya teman-teman nyuruh kamu segera balik deh karena aku masih studi S2 di UGM, jadi disuruh balik," kata dia.
Alasan kedua, ia melihat kebijakan untuk kepentingan anak muda terbilang sedikit. Padahal, jumlah pemilih muda terus berkembang.
"Itu tadi aku sampai balik lima kali diminta temen-temen, saya kayaknya memang sudah saatnya. Makanya tagline kampanye aku kan 'Wayahnya Nang Anum!' kalau dibahasa Indonesia-kan 'Saatnya yang Muda', gitu," ujarnya.
Tembus pedalaman, pulang dini hari
Menjadi caleg dari Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kabupaten Seruyan menjadi tantangan bagi Asrari. Sebab, ada sejumlah wilayah dengan kondisi geografis yang sulit untuk diakses.
"Dari sisi geografis kan memang Kalimantan Tengah khususnya di dapil-ku kan susah-susah karena banyak yang di pedalaman dan lain-lain. Ada beberapa tempat yang bisa diakses lewat darat tapi ada juga yang enggak bisa sama sekali. Yang via darat itu pun kalau pas lagi hujan enggak bisa diakses," ungkapnya.
Di sisi lain, ia juga memanfaatkan jalur sungai dengan menggunakan perahu klotok.
"Kalau jalur sungai aku yang deket-deket aja, karena lagi musim kayak begini juga," kata dia.
Dalam sehari, ia bisa mengunjungi 5 hingga 10 titik dari pagi hingga malam. Selepas Isya, ia baru bisa pulang ke rumah.
"Dari pagi sampai malam kalau terpaksa banget. Tapi biasanya setelah Isya sudah balik karena perjalanan balik itu kan lumayan bisa sampai dini hari sudah sampai rumah," katanya.
Ia bersyukur, warga mengapresiasi kedatangannya. Sebab, kata dia, masyarakat jarang melihat caleg mau menembus wilayah yang sulit diakses untuk bertemu langsung.
"Mereka bahkan bilang bahwa selama pemilu baru kali ini ngeliat calegnya langsung, makanya strategi saya ke daerah luar-luar dulu. Yang susah diakses, yang setiap pemilu enggak pernah didatengin caleg, yang balihonya doang kalendernya doang," kata dia.
Ubah paradigma masyarakat
Saat bertemu warga, Asrari tak hanya berkampanye saja. Ia juga berusaha mengubah paradigma masyarakat.
Pertama, kata dia, banyak warga yang bergerak di bidang monokultur. Hampir sebagian besar warga bergerak di pertanian sawit.
"Ketika mata pencaharian masyarakat kebanyakan monokultur, kan juga bahaya. Ketika harga sawit bermasalah di Uni Eropa kemudian down semuanya jadi down. Akhirnya ada faktor efek domino yang kemudian lainnya kena," ungkap pria yang hobi baca buku ini.
Ia mendorong kesadaran warga agar anak-anaknya nanti diberdayakan di bidang lain. Salah satunya melalui wirausaha.
"Anak-anak bapak ibu harus diberdayakan untuk melakukan wirausaha, makanya saya lebih fokus ke anak-anak muda. Anak muda harus didorong, mungkin kalau saya jadi, modal usaha bagi anak muda itu akan saya dorong," ujarnya.
Di satu sisi, ia juga melawan politik uang. Saat bertemu warga, Asrari menegaskan dirinya bukan orang dengan kekayaan yang berlebih. Ia mengingatkan warga bahwa politik uang justru akan merugikan mereka sendiri.
"Kalau misalnya dibayar Rp 200 ribu dibagi 12 bulan dibagi 30 hari dibagi satu hari itu paling Rp 20 perak dihargai dan saya tidak mau menghargai masyarakat sebesar itu, lebih menunjukkan program. Kalau saya dipilih karena uang ya saya mohon maaf mungkin sudah akan lupa dengan masyarakat," kata dia.
"Kalau saya dipilih karena program dan saya ditagih karena ada janji untuk melanjutkan program, saya akan datang," sambungnya.
Kepada para warga generasi tua, ia juga meminta agar mereka tak ragu menegur dirinya apabila melakukan kesalahan. Menurut dia, langkah itu bisa mendekatkan dirinya dengan mereka.
"Kalau ke depan ada salah, ada yang enggak beres ya ditegur selayaknya orang tua menegur anaknya. Nah, komunikasi yang kira-kira membuat mereka merasa menganggap saya sebagai keluarga sih. Kalau yang muda-muda kan mereka sering diskusi," katanya.
Janjikan transparansi
Seandainya terpilih, Asrari berjanji akan mengedepankan transparansi. Ia ingin para pemilihnya nanti selalu mengetahui kinerjanya sebagai anggota dewan. Meski demikian, ia mengakui ada tantangan tersendiri.
"Masyarakat itu ketika sudah milih susah mengakses apa kegiatan anggota dewan yang dia pilih kemarin, sudah internet enggak ada, nelepon susah. Makanya accessible harus dibagi dua via internet, kedua, saya pengen nanti ada blusukan dijalankan, mereka tetap tahu kegiatan saya seperti apa," ujar Asrari.
Ia juga akan mengadakan program magang untuk mengikuti aktivitasnya apabila menjadi anggota dewan. Hal itu guna membangun kesadaran anak muda untuk melek politik.
"Jadi bisa ngerasain proses pembuat kebijakan dan lainnya. Harapannya bisa menjadi pemicu mereka ke depan bahwa jangan takut, kita masuk insya Allah proses kebijakan politik dan lainnya akan baik. Hari ini kan banyak anak muda cenderung stigmanya negatif, enggak ada alasan untuk masuk ke politik," pungkasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/23/14245591/cerita-caleg-bermula-dari-skripsi-hingga-tembus-pedalaman-kalteng-untuk