Salin Artikel

Fahri Hamzah Kritik Aturan Pemberian Imbalan bagi Pelapor Kasus Korupsi

Dengan PP 43/2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta.

Menurut Fahri, persoalan korupsi tidak dapat diselesaikan melalui pemberian imbalan kepada pihak pelapor.

"Ini ada mazhab berpikir yang salah. Mazhab itu katakan bahwa kalau rakyat bisa saling lapor, maka masalah selesai," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10/2018).

Fahri menilai, seharusnya pemerintah fokus dalam pembenahan sistem terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Selain itu, kata Fahri, pemberian premi atau penghargaan terhadap pelapor kasus korupsi juga berpotensi menghabiskan anggaran negara.

"Korupsi itu sudah ada mitigasinya dalam sistem demokrasi. Mulai dari sistem pelaporan dan sebagainya itu sudah detail," kata Fahri.

"Kalau itu mau dilakukan kenapa hanya untuk koruptor. Kenapa untuk laporkan narkoba, terorisme, pengerusakan lingkungam dan sekian ratus juta untuk perusakan fasilitas publik. Ya, sudah negara biar dihabisin saja biar sekalian bangkrut," ucapnya.

Presiden Joko Widodo sebelumnya mengaku berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perang terhadap tindak pidana korupsi. Maka, Presiden meneken Peraturan tersebut.

"Memang kita ini menginginkan adanya partisipasi dari masyarakat untuk bersama-sama mencegah dan mengurangi, bahkan menghilangkan yang namanya korupsi. Saya kira itu," ujar Presiden Jokowi saat dijumpai di Pondok Pesantren Minhajurrosyidin Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (10/10/2018).

Saat ditanya apakah pemerintah sudah mempersiapkan anggaran untuk dispensasi para pelapor, Jokowi mengatakan, hal itu telah dikalkulasi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Demikian juga soal mekanisme mengenai jaminan keamanan bagi pelapor. Menurut Jokowi, sudah ada lembaga yang berwenang dalam hal itu.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dengan PP 43/2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta.

Pasal 17 ayat (1) PP 43/2018 menyebutkan, besaran premi diberikan sebesar dua permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.

"Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta)," demikian bunyi pasal 17 ayat (2) PP tersebut, seperti dikutip dari laman Setneg.go.id, Selasa (9/10/2018).

Sementara untuk pelapor tindak pidana korupsi berupa suap, besar premi yang diberikan sebesar dua permil dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan dengan nilai maksimal Rp 10 juta.

Peraturan tersebut diteken Presiden Joko Widodo dan diundangkan oleh Kementerian hukum dan HAM pada 18 September 2018. PP 43/2018 itu telah masuk dalam lembaran negara RI tahun 2018 nomor 157.

Menurut PP 43/2018 itu, masyarakat dapat memberikan informasi mengenai dugaan tindak pidana korupsi kepada pejabat yang berwenang pada badan publik atau pun penegak hukum.

Pemberian informasi kepada penegak hukum dapat berbentuk laporan tertulis atau lisan, baik melalui media elektronik maupun nonelektronik.

Laporan mengenai dugaan korupsi harus sedikit memuat identitas pelapor dan uraian mengenai fakta tentang dugaan telah terjadi korupsi.

Pelapor juga wajib melampirkan fotokopi KTP atau identitas diri lain dan dokumen atau keterangan terkait tindak pidana korupsi yang dilaporkan.

Nantinya, Pelapor juga berhak mengajukan pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada Penegak Hukum.

Setelah melaporkan, pelapor juga berhak mendapatkan perlindungan hukum.

https://nasional.kompas.com/read/2018/10/10/16230761/fahri-hamzah-kritik-aturan-pemberian-imbalan-bagi-pelapor-kasus-korupsi

Terkini Lainnya

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

Nasional
Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

Nasional
JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Nasional
KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Nasional
Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke