Sebab, kata Wahyu, kegiatan tersebut dilakukan Jokowi sebagai kepala negara, bukan sebagai calon presiden (capres).
"Sah-sah saja. Dia berarti sedang bekerja sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan. Karena selain berkampanye (sebagai capres), dia melakukan tugas sehari-hari (sebagai Presiden)," kata Wahyu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/9/2018).
Menurut Wahyu, kedudukan Jokowi saat ini tidak bisa dipisahkan antara Presiden dan capres petahana.
"KPU berpedoman pada aturan main yang ada saja. Aturan yang ada adalah manakala pertahana presiden tidak sedang berkampanye, dia berarti sedang melakukan tugas sebagai kepala pemerintahan itu bukan kampanye," ujar Wahyu.
Tak seperti Pilkada, dalam Pilpres, tidak ada Pelaksana Tugas (Plt) maupun Pelaksana Harian (Plh) bagi seorang capres petahana. Seorang capres petahana tetap harus menjalankan tugasnya sebagai presiden, sekaligus menjadi capres yang berkampanye.
Oleh karenanya, Wahyu meminta masyarakat tidak menganalogikan pilpres seperti halnya pilkada.
"Dia petahana presiden sekaligus presiden, aturannya memang begitu. Jadi ini bukan adil tidak adil, memanfaatkan program untuk kampanye atau bukan, tapi aturannya begitu," tandas Wahyu.
Sebelumnya, saat acara Penyerahan Sertifikat Tanah di Lapangan Luar Stadion Pakansari Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/9/2018) lalu, Jokowi mengungkapkan bahwa ia sudah tidak lagi membagikan sepeda karena sudah memasuki masa kampanye pilpres 2019. Jokowi mengaku ingin menghindari polemik.
Lalu, pada Rabu (26/9/2018), Jokowi membagikan sertifikat tanah di ICE, BSD, Tangerang Selatan. Ia juga tidak membagikan sepeda. Dan pada Kamis (27/9/2018), saat membagikan sertifikat tanah di Cimanggis, Depok, Jokowi kembali membagikan sepeda.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/28/15492811/ini-alasan-kpu-izinkan-jokowi-kembali-bagi-bagi-sepeda