Setelah dikukuhkan sebagai sebuah gerakan masyarakat pada 6 Mei 2018, penggunaan tagar itu semakin mewarnai dinamika politik di ruang publik Tanah Air.
Dalam Pilkada Jawa Barat 2018, misalnya, pasangan Sudrajat-Syaikhu yang diusung oleh Patai Gerindra, PKS, dan PAN menggunakan tagar itu untuk membantu mendongkrak elektabilitas.
Pada pengujung acara debat di Balairung Universitas Indonesia, Depok, 14 Mei 2018, keduanya membentangkan kaus bertuliskan "2018 Asyik menang, 2019 ganti presiden".
Cara "Asyik" meningkatkan keterpilihannya di Jabar dengan cara mendompleng tagar itu diakui pula oleh rivalnya, Dedi Mulyadi. Timses Asyik disebut mengampanyekan tagar itu melalui selebaran, paket, dan sebagainya secara merata di permukiman Jabar hingga suara Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi tergerus.
Banyak yang merasa terkejut karena hampir dalam semua hasil survei, elektabilitas pasangan Asyik selalu berada pada urutan ketiga.
Namun, pada hitung cepat atau quick count pasangan itu menyalip ke urutan kedua dengan raihan suara lebih tinggi dibandingkan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Baru-baru ini, gerakan tagar itu hadir di kota kelahiran Jokowi, Solo. Penggunaan tagar itu dilakukan pada saat jalan sehat umat Islam Solo Raya yang diselenggarakan oleh Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS), Minggu, 1 Juli 2018.
Baca: Cerita di Balik Demo 2019 Ganti Presiden di Depan Gerai Markobar Milik Anak Jokowi
Seluruh peserta jalan sehat mengenakan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden.
Massa memusatkan titik kumpul di Lapangan Kota Barat, dekat gerai Markobar, usaha bisnis martabak milik putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Massa berjalan menyusuri sejumlah ruas jalan sambil membawa spanduk dan poster.
Ketua DPP Projo Budi Arie Setiadi mengatakan, gerakan tagar tersebut adalah bagian aspirasi politik masyarakat yang dimobilisasi oleh partai politik oposisi pemerintah.
Namun, pihak relawan Jokowi tidak gentar dengan masifnya serbuan penggunaan tagar itu.
"Tagar ganti presiden itu aspirasi dari partai di luar pemerintahan. Tapi kami optimistis Jokowi tetap di hati rakyat ya," ujar Arie saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (3/7/2018).
Namun, Arie menilai, partai politik yang ikut menyebarluaskan tagar itu juga tidak memberikan solusi konkret, siapa yang diusung menjadi calon presidennya.
"Kita tunggu saja mereka mengajukan siapa dalam konstelasi Pilpres 2019," ujar dia.
Sambil menunggu rival yang nyata, lanjut Arie, relawan Jokowi akan terus melawan kampanye tagar di ruang-ruang publik. Namun, Arie menolak membeberkan strategi khusus untuk melawan penggunaan tagar itu.
"Kami terus mengonsolidasikan akar rumput. Pada waktunya kami akan menghadapi. Sabar, semua akan indah ya pada waktunya," ujar dia.
Projo juga yakin bahwa jumlah dukungan rakyat atas terpilihnya kembali Jokowi menjadi Presiden RI masih jauh lebih besar dan masif ketimbang gerakan #2019GantiPresiden.
Soal pendapat Dedi Mulyadi yang mengatakan tagar tersebut menggerus suaranya di Pilkada Jawa Barat, Arie tidak terlalu yakin soal itu.
"Jadi tidak kagetlah. Suara Asyik itu kan sama persis dengan suara tiga partai pengusungnya pada Pileg 2014 lalu," ujar Arie.
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengatakan, gerakan #2019GantiPresiden seharusnya sudah tidak digunakan lagi oleh kelompok politik rival Joko Widodo.
Pasalnya, tagar itu tidak berkaitan dengan substansi pemilihan umum yang sesungguhnya, yakni memperjuangkan kebutuhan-kebutuhan rakyat.
"Tagar #2019GantiPresiden itu hanya memanipulasi persepsi publik karena mau ganti presiden atau enggak, rakyat itu butuhnya perubahan," ujar Emrus dalam diskusi di bilangan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa.
Baca: Pengamat: Tagar #2019gantipresiden Hanya Memanipulasi Persepsi Publik
Emrus menilai, semestinya kelompok politik rival Jokowi menyuarakan nilai-nilai yang berkaitan erat dengan kebutuhan dasar masyarakat yang tidak dipenuhi oleh pemerintahan saat ini.
Dengan demikian, narasi yang berkembang adalah adu program, adu ide, dan adu gagasan.
"Seharusnya narasi yang keluar itu perdebatan adu program, bukan hal-hal yang seperti ini. Masyarakat juga jadi lebih cerdas dalam pendidikan politik. Kampanye tagar itu harus diakhiri," ujar dia.
Meski demikian, Ketua DPP Partai Gerindra yang berada dalam satu forum diskusi itu menegaskan, partainya akan tetap memakai tagar #2019GantiPresiden.
Ke depan, tagar tersebut akan ditransformasikan sedemikian rupa agar berkaitan dengan program alternatif yang ditawarkan pihaknya.
Tagar itu diibaratkan sebagai pintu masuk agar masyarakat lebih mengerti isu-isu sosial kemasyarakatan yang kelak akan dikampanyekan pihaknya.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/04/10453971/tagar-2019gantipresiden-yang-masif-dan-perlawanan-relawan-jokowi