Dalam kasus ini, polisi menetapkan mantan Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Boediono sebagai tersangka.
"PT Garam sudah lengkap berkas perkaranya," ujar Agung saat dikonfirmasi, Kamis (3/8/2017).
Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara lengkap pada Jumat (28/7/2017).
Kemudian, pada hari ini, penyidik melimpahkan barang bukti dan tersangka Boediono ke Kejaksaan Negeri Surabaya. Selanjutnya, Boediono akan menjalani persidangan di sana.
"Diserahkan ke jaksa, tersangka beserta barang buktinya," kata Agung.
Penyalahgunaan importasi garam tersebut bermula dari penugasan yang diterima PT Garam untuk mengimpor garam konsumsi.
(Baca: Ini Kronologi Penyelewengan Pengadaan Garam Impor oleh Dirut PT Garam)
Saat ini hanya PT Garam pelaku industri garam di Tanah Air yang boleh mengimpor garam konsumsi.
PT Garam kemudian mengumpulkan kurang lebih 53 perusahaan garam yang memproduksi garam konsumsi untuk mengetahui rencana kebutuhan masing-masing. PT Garam juga mengumpulkan delapan pemasok dari India dan Australia.
Pada hari itu juga diputuskan satu perusahaan asal India dan satu perusahaan asal Australia memenangkan lelang. Satu perusahaan asal Australia akan memasok sebanyak 55.000 ton dan satu perusahaan asal India akan memasok sebanyak 20.000 ton.
Namun, ternyata PT Garam sebelumnya sudah mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan untuk importasi garam konsumsi sebanyak 75.000 ton, yaitu SPI Nomor 42 dan SPI Nomor 43.
Izin tersebut urung direalisasikan lantaran, pemenang lelang (perusahaan asal Australia dan India) tersebut adalah pemasok garam industri. Jadi, Boediono disebut mengubah rencana importasi garam konsumsi sesuai SPI menjadi garam industri sesuai pemenang lelang.
"Mengubah konsentrasi NaCl dalam surat permohonan impornya, menjadi di atas 97 persen (garam industri). Kemudian diberikan dukungan dari KKP ke Kemendag dalam hal ini Ditjen Daglu," kata Agung.
Setelah perubahan konsentrasi NaCl atau kadar garam dalam surat permohonan impor, PT Garam lantas berhasil mengantongi SPI Nomor 45 untuk importasi garam industri. Diduga ada penyimpangan dalam proses lengadaan itu.
"Proses pengadaan ini kami duga ada penyimpangan," ujar Agung.
Selain itu, garam industri yang kemudian dikemas sebagai garam konsumsi dengan cap SEGI TIGA G melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Salah satunya terkait informasi produk yang tidak sesuai.
Di kemasan disebutkan bahwa garam ini terbuat dari bahan baku lokal. Padahal bahan baku impor.
Di samping itu, garam konsumsi kandungan NaCl-nya tidak boleh lebih dari 97 persen. Hasil laboratorium menunjukkan kandungan garamnya sebesar 99 persen.
Boediono disangka melanggar Pasal 62 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan melanggar Pasal 3 atau Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
https://nasional.kompas.com/read/2017/08/03/14322291/berkas-perkara-penyalahgunaan-importasi-pt-garam-dinyatakan-lengkap