JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengenakan status cegah terhadap mantan Kepala BPPN, Syafruddin Temenggung.
Ia merupakan tersangka dalam kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ia dicegah bepergian ke luar negeri sejak bulan lalu.
"Dicegah sejak 21 Maret 2017 untuk enam bulan," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/4/2017) malam.
Pencegahan dilakukan agar saat keterangannya dibutuhkan, Syafruddin tidak berada di luar negeri.
Syafruddin ditetapkan sebagai tersangka karena mengeluarkan SKL untuk Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada tahun 2004.
(Baca: Ini Sosok Syafruddin Temenggung, Tersangka Perdana Kasus BLBI...)
SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligator BLBI kepada BPPN. Lada tahun 2002, Syafrudin selaku Kepala BPPN mengusulkan untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).
Kemudian, terjadi perubahan proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor sebesar Rp 4,8 triliun.
Hasilnya, restrukturisasi aset Sjamsul Nursalim sebesar Rp 1,1 triliun. Sementara, Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi.
Seharusnya, masih ada kewajiban obligor sebesar Rp 3,7 triliun yang masih belum ditagihkan.
(Baca: Kasus SKL BLBI, KPK Tetapkan Mantan Kepala BPPN sebagai Tersangka)
Namun, meski terjadi kekurangan tagihan, Syafrudin pada April 2004 mengeluarkan SKL terhadap Sjamsul Nursalim atas semua kewajibannya pada BPPN.