Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Kalah dan Tercerabut dari Akar

Kompas.com - 26/04/2017, 19:05 WIB

"...beberapa kalangan pers asing telah mentjoba mendiskreditkan tapol Buru sebagai Digul ala Indonesia atau konsentrasi kamp. Mereka lupa bahwa apa jang terdjadi dalam sedjarah peperangan ataupun pertempuran selalu memberi resiko dan akibat kepada jang kalah."

(Soeharto, seperti dikutip IG Krisnadi dalam "Tahanan Politik Pulau Buru")

KOMPAS - Pertarungan di kalangan elite politik selalu menghasilkan rakyat yang tiba-tiba harus berada di pihak yang kalah. Meski mungkin tidak tahu secara persis apa yang terjadi dan peran yang dilakukannya, rakyat yang kalah ini harus siap dengan segala risiko, seperti terampas hak-haknya.

Wajah rakyat yang kalah ini, antara lain, ditemukan di Pulau Buru (Maluku) dan Atambua (Nusa Tenggara Timur).

Pada 1969-1972, ribuan orang yang dituduh terlibat atau menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dikirim ke Pulau Buru.

IG Krisnadi dalam bukunya Tahanan Politik Pulau Buru (1969-1979) mencatat, hingga tahun 1972 ada 10.652 orang yang dibawa ke pulau itu. Termasuk di antara mereka adalah anggota keluarga tahanan politik (tapol).

Pada 1969, 2.500 tapol dikirim dari Jawa ke Pulau Buru. Sebagian besar dari mereka sebelumnya telah ditahan di berbagai penjara di daerah, seperti Salemba (Jakarta) dan Nusakambangan (Jawa Tengah).

Setahun berikutnya (1970), 5.000 tapol diberangkatkan ke Buru. Gelombang berikutnya, tahun 1971, sebanyak 2.500 tapol.

(Baca: Kisah Babe, Tapol yang Selamatkan Karya Pramudya di Pulau Buru)

Pada 1972, pemerintah menawarkan kepada keluarga tapol untuk ikut menyusul anggota keluarganya yang telah berada di Buru. Tidak semua setuju dengan usulan itu. Pasalnya, ini berarti pengasingan sepenuhnya keluarga tapol dari tempat asal mereka.

Namun, banyak juga anggota keluarga tapol yang menerima tawaran pemerintah tersebut. Pada Juli 1972, 164 istri, 485 anak-anak, dan 3 ibu menyusul suami, ayah, dan anak mereka ke Buru.

Sudarsini (50), anak almarhum Rabimin, termasuk salah satu yang berangkat ke Buru. Di rumahnya di Desa Savanajaya, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, awal April lalu, Sudarsini bercerita, ia bersama ibu, nenek, seorang adik, dan tiga kakak menyusul ke Pulau Buru karena tidak ada pilihan hidup yang lebih baik di kampung halaman di Yogyakarta.

"Saat dibawa ke sini, saya masih kecil. Ibu bercerita bahwa kakak saya tidak mau dibawa ke sini. Akhirnya, bapak saya menulis surat secara pribadi kepada kakak dan menjanjikan hidup akan lebih baik kalau kami ikut ke Buru. Kami bisa sekolah dan bisa dekat dengan bapak. Dulu, kami masih anak-anak, enggak merasa ada sedihnya dibawa ke sini. Kami senang dekat dengan bapak," ujarnya.

(Baca: Kedatangan Jokowi ke Pulau Buru Jadi Ajang "Curhat" Warga)

Kini, Sudarsini tinggal di rumah semipermanen yang terdiri dari 2 kamar, 1 dapur, dan 1 ruang tamu. Ruang tamu itu kini dimanfaatkan sebagai taman baca mini Desa Savanajaya.

Dua set rak buku yang menyimpan beraneka buku setiap hari menjadi tempat anak-anak Savanajaya membaca dan bermain.

Savanajaya kini sudah layaknya kampung di pedalaman Jawa. Rumah warga, umumnya, masih terbuat dari papan kayu meranti dan beratapkan seng.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

55.000 Jemaah Haji Indonesia Ikuti Murur di Muzdalifah Usai Wukuf

Nasional
Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Anggota Komisi I DPR Dukung Kemenkominfo Ancam Blokir X/Twitter karena Izinkan Konten Porno

Nasional
Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Sindir Wacana Bansos untuk Penjudi Online, Kriminolog: Sekalian Saja Kasih Koruptor yang Dimiskinkan...

Nasional
Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Pemerintah Semestinya Bikin Orang Lepas dari Judi Online, Bukan Memberikan Bansos

Nasional
Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Soal Duet Anies dan Kaesang, PKS: Status Anak Jokowi Belum Tentu Jadi Nilai Tambah

Nasional
Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Nasional
Pertamina Luncurkan 'Gerbang Biru Ciliwung' untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Pertamina Luncurkan "Gerbang Biru Ciliwung" untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Nasional
Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Nasional
Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Nasional
Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Nasional
Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan 'Bargain'

Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan "Bargain"

Nasional
Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Nasional
KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Nasional
Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com