Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Kalah dan Tercerabut dari Akar

Kompas.com - 26/04/2017, 19:05 WIB

Sastrawan Pramoedya Ananta Toer yang juga eks tapol Buru pada 1993 menulis surat kepada Presiden Bill Clinton untuk mengucapkan syukur atas pembebasan itu.

"Saya bersama ribuan tapol lain yang ditahan di Pulau Buru dan kamp-kamp tahanan di seluruh Indonesia ketika itu menanggung utang tak terperi kepada Tuan Carter (Presiden AS Jimmy Carter). Oleh karena sebagian besar berkat pendiriannya terhadap hak-hak asasi itulah yang telah memungkinkan pembebasan kami," tulis Pramoedya sebagaimana dikutip IG Krisnadi dalam bukunya.

Sementara problem di Pulau Buru mulai diatasi, problem lain terjadi di Timor Timur yang masuk jadi bagian wilayah Indonesia pada 1975-1999.

Trauma

Selama 18 tahun sejak referendum tahun 1999 yang membuat Timor Timur menjadi negara merdeka bernama Timor-Leste, sekitar 150.000 jiwa eks pengungsi Timor Timur hidup dalam keterbatasan di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Selain menghadapi kesukaran hidup, sebagian dari mereka juga belum lepas dari trauma kekerasan yang terjadi saat referendum tahun 1999.

Sebagian warga baru, sebutan bagi warga eks pengungsi Timor Timur, memang sudah bisa menyambung kembali "akar" kultural dan sosial lewat komunikasi dan perjalanan ulang-alik untuk bersilaturahim dengan kerabat di Timor-Leste.

Namun, ada sebagian warga yang terbelit dendam atau ketakutan lantas menahan langkah untuk kembali ke kampung halaman. Sebagian pengungsi itu menolak kembali ke kampung halamannya di Timor-Leste.

Di Atambua, Kabupaten Belu, NTT, warga baru itu umumnya tinggal di rumah berdinding bilah kayu dan beratap seng. Rumah-rumah yang berdiri di atas lahan milik pemerintah itu dibangun atas bantuan pemerintah pada 2006.

Berdasarkan data Uni Timor Aswa'ain (Untas), organisasi yang mewadahi warga eks pengungsi Timor Timur di Kabupaten Belu, saat itu dibangun 600 rumah, terbagi untuk 60 persen warga pengungsi dan 40 persen warga setempat.

Martino Ponis (39), eks pengungsi Timor Timur yang masih menempati kamp pengungsi di Desa Jenilu, Kecamatan Kakuluk Mesak, Belu, mengungkapan, gelombang pengungsian berlangsung sejak awal 1999, beberapa bulan sebelum referendum pada September 1999.

Kompas pada 20 September 2000 melaporkan jumlah pengungsi Timor Timur di Timor Barat mencapai puncaknya pada pertengahan Oktober 1999, yaitu sekitar 284.000 orang atau hampir separuh penduduk Timor Timur.

Kehadiran para pengungsi ini tentu menambah beban sosial, ekonomi, dan keamanan bagi penduduk lokal yang sudah hidup menderita karena masih tingginya kemiskinan di NTT.

Sejumlah bentrokan antara pengungsi dan warga setempat sempat terjadi di sejumlah daerah pada akhir tahun 2000. Akumulasi berbagai tekanan dan kesulitan membuat para pengungsi frustrasi.

Hal itu mencapai puncaknya saat sebagian pengungsi itu menyerang kantor Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) di Atambua. Akibat peristiwa yang tak diketahui secara pasti sebabnya itu, tiga staf UNHCR meninggal.

Mengutip tulisan Nani IR Nurrachman dari Universitas Atma Jaya berjudul Trauma Sosial dalam Sejarah Nasional di Jurnal Komnas HAM 2016, korban, dari pihak mana pun dan apa pun statusnya, adalah manusia dengan perasaan yang amat pribadi dan menderita akibat kekerasan itu.

Terkait hal itu, diperlukan bahasa baru dalam merumuskan ulang masa lalu kita sebagai bangsa. Peluang ini dapat menjadi kunci pembuka bagi pintu rekonsiliasi dalam pengertian "...tindakan berpaling dari masa lalu tanpa mengabaikan kejahatan masa lalu... tetap menuntut keadilan, tetapi tidak menurunkan rasa keadilan ke tingkat balas dendam."

(Antony Lee/Madina Nusrat/A Ponco Anggoro/Rini Kustiasih)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 April 2017, di halaman 2 dengan judul "Mereka yang Kalah dan Tercerabut dari Akar".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

Nasional
Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Nasional
Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Didakwa Korupsi Rp 44,5 Miliar, SYL Pamer Kementan Kontribusi Rp 15 Triliun ke Negara

Nasional
Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Menperin Bakal Pelajari Isu Sritex Bangkrut

Nasional
Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Usung Sohibul Iman Jadi Bakal Cagub, PKS Tegaskan Partai Pemenang Pileg di Jakarta

Nasional
KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

KPAI Desak Polisi Transparan Dalam Kasus Kematian Pelajar 13 Tahun di Padang

Nasional
Rotasi Pj Gubernur, Mendagri Bantah Presiden Cawe-cawe Pilkada 2024

Rotasi Pj Gubernur, Mendagri Bantah Presiden Cawe-cawe Pilkada 2024

Nasional
PDN Diserang 'Ransomware', Komisi I Ingatkan Pentingnya Peningkatan Keamanan Siber

PDN Diserang "Ransomware", Komisi I Ingatkan Pentingnya Peningkatan Keamanan Siber

Nasional
PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

PKS Jagokan Sohibul Iman di Jakarta, Airlangga Ingatkan Pilkada Butuh Koalisi

Nasional
Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Staf Airlangga Jadi Pj Gubernur Sumsel, Mendagri: Kami Ingin Beri Pengalaman

Nasional
Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Tanggapi Putusan MA, Mendagri: Pelantikan Kepala Daerah Tidak Perlu Serentak

Nasional
Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Badan Pengkajian MPR Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Terbuka untuk Didiskusikan

Nasional
Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Sahroni Didorong Maju Pilkada Jakarta, Paloh: Dia Punya Kapabilitas, tetapi Elektabilitasnya...

Nasional
Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: 'Nusantara Baru, Indonesia Maju'

Istana Tetapkan Tema dan Logo HUT ke-79 RI: "Nusantara Baru, Indonesia Maju"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com