JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, berpendapat, Presiden Joko Widodo tak perlu tergesa-gesa mencari hakim konstitusi pengganti Patrialis Akbar.
Patrialis terjerat kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di MK. Ia kini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jimly menekankan, kehati-hatian diperlukan untuk mencari sosok hakim konstitusi yang kapabel dan berintegritas.
"Asalkan jangan dibiarkan dengan sengaja tidak diisi. Kalau sedang diproses, ya tidak apa-apa. Tidak perlu tergesa-gesalah supaya jangan sampai memilih orang," ujar Jimly, saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (9/2/2017).
Menurut dia, kekosongan satu kursi hakim konstitusi tak akan memengaruhi kinerja lembaga.
"Menurut konstitusi, mereka mengambil keputusan minimal itu tujuh orang. Sekarang masih ada delapan, berarti tidak masalah," ujar Jimly
Kekosongan satu kursi hakim, lanjut Jimly, seharusnya direspons positif oleh hakim MK yang lain, yakni dengan meningkatkan performa dalam memutuskan perkara.
Hakim MK yang tersisa harus tetap fokus melaksanakan amanat undang-udang.
"Makanya saya sarankan delapan hakim lain fokus bekerja. Jangan banyak pergi-pergi, wira-wiri. Tugas utama hakim itu sidang, membaca berkas, dan menulis pendapat hukum. Hakim yang tersisa harus fokus kerjanya," ujar Jimly.
Saat ini, Presiden Jokowi sendiri sudah menerima surat permohonan pemberhentian Patrialis dari Majelis Kehormatan MK.
Presiden juga tengah merancang panitia seleksi hakim MK untuk mencari pengganti Patrialis.
Hingga memasuki pekan kedua Februari 2017, belum diketahui siapa yang menjadi tim panitia seleksi tersebut.