JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengakui bahwa Kamaluddin sering datang ke gedung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menemui hakim konstitusi Patrialis Akbar.
Kamaluddin merupakan orang yang diduga menjadi perantara suap antara Patrialis Akbar dengan pengusaha impor daging, Basuki Hariman. Dugaan suap itu sedang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Namun, Arief tidak pernah menduga jika kedatangan Kamaluddin itu justru berujung pada penangkapan Patrialis, Kamaluddin, dan Basuki oleh KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan.
"Iya, mungkin ada keperluan," ujar Arief di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2017).
Ia menjelaskan, tamu yang datang ke MK sebenarnya tidak bisa sembarangan masuk ke ruangan hakim. Apalagi jika hanya dengan alasan ingin bertemu hakim konstitusi.
Sebab, jika hakim yang ingin ditemui tidak ingin menerima tamu tersebut, maka tidak akan ada pertemuan.
"Tamu yang datang, kalau hakim bilang tidak bisa menerima, itu tidak mungkin naik atas ruangan," ujar Arief.
"Itu sebetulnya kenapa bisa sering ke sini karena hakim bersangkutan oke," kata dia.
Padahal, ada etika bagi hakim konstitusi dalam menerima tamu, meskipun tidak tertulis.
Semestinya, jika hakim konstitusi ingin menerima pihak dari luar MK untuk bertemu maka harus didampingi oleh ajudan, atau setidaknya jadwal atau rencana pertemuan itu diketahui atau dilaporkan kepada sekretaris jenderal.
Hal ini, menurut Arief, seharusnya dipahami oleh seluruh hakim MK.
"Karena itu dalam rangka kontrol kita bicaranya apa, kalau ada apa-apa, kita bisa lihat. Kecuali mahasiswa mau konsultasi, itu pun diketahui ajudan," kata Arief.
(Baca juga: Di Hadapan MKMK, Patrialis Akui Bocorkan Draf Putusan Uji Materi)
Namun terkait persoalan etik, hal ini kembali kepada diri sendiri bagaimana bisa memahami etik dan tetap hati-hati dalam bersikap serta bertindak, karena dijaga dewan etik dan diawasi KPK.
"Kembali ke diri sendiri, pengalaman saya, hakim 'selesai hidupnya'. Mau diapain aja repot, tiap hari diawasi Allah. Sebetulnya itu sudah jadi rem, apalagi ada dewan etik dan disadap KPK," kata Arief.