Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan MK Tetap Memproses Sidang Uji Materi Masa Jabatan Hakim MK

Kompas.com - 07/12/2016, 11:59 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

AKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, MK sangat memahami adanya polemik di ranah publik terkait uji materi masa perpanjangan jabatan hakim MK.

Namun demikian, kata Fajar, harus dipahami juga bahwa MK memiliki kewenangan menguji undang-undang yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945, termasuk permohonan uji materi perpanjangan hakim MK.

"Undang-undang apa pun selama masih berlaku boleh diujikan konstitusionalitasnya ke MK, termasuk undang-undang MK sendiri," ujar Fajar saat dihubungi (7/12/2016).

Ia melanjutkan, oleh karena ada permohonan yang diajukan dan persyaratan Pemohon dianggap terpenuhi, maka MK pun berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus uji materi tersebut.

"Terutama mengenai legal standing Pemohon," kata dia.

Fajar mengatakan, tidak cukup alasan bagi siapa pun itu untuk meminta MK agar menolak menyidangkan perkara pengujian UU MK, yang jelas-jelas menjadi kewenangannya.

Sebab, kalau MK tidak boleh menyidangkan perkara tersebut sejak awal, lantas bagaimana dengan hak konstitusional Pemohon yang merasa dirugikan atas suatu norma dalam UU MK bisa dipulihkan.

"Bukankan salah satu fungsi MK ialah memberikan perlindungan hak konstitusional warga negara? Kalau bukan MK kepada siapa lagi tanggung jawab untuk memutus perkara tersebut diberikan, karena tidak ada lagi mekanisme dan lembaga lain yang berwenang kecuali MK," kata Fajar.

Gugatan uji materi perpanjangan masa jabatan Hakim MK yang diajukan Centre of Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI) terdaftar di MK dengan nomor perkara 73/PUU-XIV/2016.

CSS UI beralasan bahwa ketentuan masa jabatan hakim MK yang hanya dapat dipilih selama dua periode ini diskriminatif jika dibandingkan dengan masa jabatan hakim MA, yakni hingga 70 tahun.

(Baca: CSS UI: Yang Kami Mohon ke MK adalah Masa Jabatan Hakim Hingga Pensiun)

Adapun masa perpanjangan hakim MK diatur dalam Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Namun dalam petitumnya, Pemohon meminta MK menyatakan pasal yang mengatur jabatan hakim MK ini bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(Baca juga: Uji Materi Masa Jabatan Hakim MK Dinilai Penuh Konflik Kepentingan)

Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengingatkan bahwa hakim MK dilarang mengadili sesuatu yang berkaitan dengan lembaganya. Sebab, hal itu bertentangan dengan etika peradilan.

(Baca: Mahfud Ingatkan Hakim MK Dilarang Beri Putusan Terkait Lembaganya)

Sementara itu, anggota Koalisi Masyarakat sipil Selamatkan MK Aradila Caesar berpendapat, jika MK terus memproses uji materi ini dan menerima permohonan Pemohon, maka akan muncul norma baru terkait masa jabatan hakim MK.

Sebab, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar UU tersebut tidak punya kekuatan hukum mengikat. Norma baru inilah yang kemudian berpotensi menjadi celah agar masa jabatan hakim MK menjadi seumur hidup.

"Ketika dalil yang diajukan adalah membatalkan usia (masa jabatan) itu, nantinya MK akan membentuk norma baru. Norma barunya seperti apa, itu yang menjadi persolan," kata peneliti ICW tersebut.

 

Kompas TV MK Terima 128 Gugatan Hasil Pilkada
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com