Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golkar Klaim Sudah Lama Kaji RUU Pemilu

Kompas.com - 23/10/2016, 14:01 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto meyakini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan bekerja sebaik-baiknya dalam membahas Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu). Draf dan Amanat Presiden (Ampres) RUU Pemilu dari pemerintah telah diterima DPR pada Jumat (21/10/2016).

Terkait poin-poin krusial di dalamnya, Novanto mengatakan partainya telah mengkaji dan memetakannya sejak jauh hari. Namun, ia enggan membeberkan poin-poin yang menjadi usulan Golkar tersebut.

"Waktunya sudah dekat. Untuk itu persiapan ini, tentu Partai Golkar sudah melakukan kajian-kajian sejak dua bulan lalu dan itu sudah jadi buku. Yang sebelumnya sudah memanggil pakar-pakar terbaik," tutur Novanto di lapangan ex golf driving range Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (23/10/2016).

(Baca: Waktu Pembahasan RUU Pemilu yang Sempit Jadi Tantangan DPR-Pemerintah)

Meski sudah melakukan kajian, lanjut dia, namun Golkar masih melihat apa yang akan menjadi keputusan bersama dan pendapat fraksi-fraksi lain di DPR.

"Golkar akan mengikuti yang terbaik. Tentu ajuan dari pemerintah harus dilihat apa yang jadi keputusan bersama," ujar Novanto.

Sementara itu, mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold), Novanto juga mengatakan akan mengikuti hasil keputusan bersama dengan fraksi-fraksi lain. Namun, ia mengaku tak khawatir jika ambang batas itu akan dinaikkan.

"Kalau soal kenaikan threshold tentu buat Golkar enggak ada masalah. Mau tujuh persen, berapa, kita enggak ada masalah. Kita ikut saja," tuturnya.

Pada awal September 2016, Golkar menggelar Rapat Koordinasi Teknis untuk mengupayakan pemenangan pemilu. Dua masukan terkait RUU Pemilu di antaranya adalah mengenai model-model konversi suara menjadi kursi dan pemekaran dapil.

Ketua tim pemenangan wilayah Jawa I DPP Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa menilai formulasi pemilu saat ini tidak adil. Terutama jika Golkar meraih suara yang besar dalam pemilu.

Sebab, di berbagai daerah, Golkar mendapatkan kursi bukan dari sisa suara melainkan karena perolehan suaranya lebih dari bilangan pembagi pemilu (BPP).

"Seperti di dapil saya, sekitar 250.000. BPP-nya 220.000. Kan sisa suara 30.000. Itu terkalahkan dengan partai yang suaranya hanya memeroleh kurang dari 50.000," tutur dia.

(Baca: Wakil Ketua DPR Nilai RUU Pemilu Lebih Pas Dibahas oleh Pansus)

"Masa kami sudah kerja mencapai angka 250.000, sementara partai lain hanya dapat 50.000 kursinya sama," sambung Anggota Komisi I DPR itu.

Ia pun mencontohkan, raihan kursi Golkar pada Pileg 2014 lalu yang berjumlah 91 kursi dari sekian juta suara, dibandingkan dengan partai lain yang kursinya mencapai 73 kursi namun tak mencapai jumlah suara sebanyak Golkar.

"Jadi bisa diasumsikan keterwakilan orang di parlemen itu dia dapat satu kursi itu dari sisa semua. Enggak ada yang mencapai BPP," ujarnya.

Ia pun mengusulkan, agar formula perhitungan kursi pada UU Pemilu nantinya menggunakan standar legitimasi agar lebih adil, yaitu 50 persen plus 1.

"Bagaimana mau mewakili rakyat? Syarat mewakili rakyat jumlahnya 100.000. Dia cuma 10.000. Tidak memenuhi. Kalau syarat dia mencapai 51.000 dari syarat legitimasinya 100.000, itu legitimate. Lebih dari separuh," ucap Agun.

Adapun Anggota Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman yang juga Ketua Komisi II DPR menyingung usulan pemekaran dapil. Kursi yang saat ini diperebutkan dianggap terlalu besar.  Ia mencontohkan Sumatera Utara yang dibagi menjadi tiga dapil dengan 10 kursi DPR RI di masing-masing dapil. Menurutnya, akan menjadi lebih baik jika kursi yang diperebutkan hanya tiga hingga enam kursi namun jumlah dapilnya dimekarkan hingga lima dapil. 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Dugaan Jampidsus Dikuntit Densus, Menko Polhukam Sebut Hubungan Polri-Kejagung Aman

Ada Dugaan Jampidsus Dikuntit Densus, Menko Polhukam Sebut Hubungan Polri-Kejagung Aman

Nasional
Kementan Danai Acara Partai Nasdem untuk Caleg DPR RI Rp 850 Juta

Kementan Danai Acara Partai Nasdem untuk Caleg DPR RI Rp 850 Juta

Nasional
Jampidsus Dilaporkan Dugaan Korupsi, Ketua KPK: Semua Aduan Ditangani dengan Prosedur Sama

Jampidsus Dilaporkan Dugaan Korupsi, Ketua KPK: Semua Aduan Ditangani dengan Prosedur Sama

Nasional
Kalah di Putusan Sela, KPK Akan Bebaskan Lagi Hakim Agung Gazalba Saleh

Kalah di Putusan Sela, KPK Akan Bebaskan Lagi Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Megawati Kritik Revisi UU MK, PDI-P Pertimbangkan Layangkan Nota Keberatan Saat Paripurna DPR

Megawati Kritik Revisi UU MK, PDI-P Pertimbangkan Layangkan Nota Keberatan Saat Paripurna DPR

Nasional
Ingatkan Kader PDI-P, Megawati: Yang tidak Bekerja untuk Rakyat, 'Out'

Ingatkan Kader PDI-P, Megawati: Yang tidak Bekerja untuk Rakyat, "Out"

Nasional
Jampidsus Diduga Dikuntit Densus 88, Menko Polhukam: Mungkin Berita Itu Simpang Siur

Jampidsus Diduga Dikuntit Densus 88, Menko Polhukam: Mungkin Berita Itu Simpang Siur

Nasional
Khawatir Ancaman, Dua Saksi Kasus SYL Dapat Perlindungan dari LPSK

Khawatir Ancaman, Dua Saksi Kasus SYL Dapat Perlindungan dari LPSK

Nasional
Nadiem Sebut Kenaikan UKT Mencemaskan

Nadiem Sebut Kenaikan UKT Mencemaskan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Menang di Putusan Sela, Nawawi Tunggu Laporan Jaksa KPK

Hakim Agung Gazalba Saleh Menang di Putusan Sela, Nawawi Tunggu Laporan Jaksa KPK

Nasional
Jokowi Sebut Birokrasi Efektif Harus Memudahkan dan Memuaskan Masyarakat

Jokowi Sebut Birokrasi Efektif Harus Memudahkan dan Memuaskan Masyarakat

Nasional
Menpan RB Sebut Gibran Bakal Lanjutkan Program 'INA Digital' Jokowi

Menpan RB Sebut Gibran Bakal Lanjutkan Program "INA Digital" Jokowi

Nasional
Komisi III Akan Panggil Kapolri dan Jaksa Agung untuk Klarifikasi Isu Penguntitan

Komisi III Akan Panggil Kapolri dan Jaksa Agung untuk Klarifikasi Isu Penguntitan

Nasional
Tingkatkan Kapasitas Penyuluh Perikanan, Kementerian KP Jalin Sinergi dan Kolaborasi dengan Stakeholder

Tingkatkan Kapasitas Penyuluh Perikanan, Kementerian KP Jalin Sinergi dan Kolaborasi dengan Stakeholder

Nasional
Eks Hakim MK: Jangan Mimpi Jadi Penyelenggara Pemilu Tanpa 'Backup' Parpol

Eks Hakim MK: Jangan Mimpi Jadi Penyelenggara Pemilu Tanpa "Backup" Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com