JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menandatangani Amanat Presiden (Ampres) draf Rancangan Undang-undang Pemilu untuk menyerahkan draf tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Ampres bernomor R-66/Pres/10/2016 tertanggal 20 Oktober 2016 itu juga sekaligus memberikan kuasa kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mewakili Presiden membahas RUU Pemilu dengan DPR.
Deputi Program Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khorunnisa Nur Agustyati mengatakan, akan terdapat banyak tantangan yang akan dihadapi pemerintah terkait pembahasan RUU Pemilu.
"Tantangan pertama tentu saja soal waktu yang sangat sempit, di tengah banyak isu yang akan dibahas," kata Khorunnisa dalam keterangan tertulis, Jumat (21/10/2016).
Menurut Khorunnisa, penyerahan RUU Pemilu sangat terlambat dari target awal dalam menyusun regulasi pemilu serentak 2019 itu. Sebab, pemerintah akan melebur tiga UU menjadi satu.
Awalnya pemerintah menargetkan akan menyelesaikan draf RUU Pemilu pada September lalu. Namun, draf tersebut baru diserahkan pada pertengahan Oktober 2016.
Selain itu, tambah Khorunnisa, pembahasan akan semakin rumit saat banyaknya kepentingan yang berkelindan.
"Karena memang yang akan saling berbenturan adalah kepentingan elit politik untuk merebut kuasa dalam Pemilu 2019," ucap Khorunnisa.
Khorunnisa menuturkan, proses pembahasan harus dilakukan secara fokus, efektif, dan mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak, terutama pemilih.
Tak hanya itu, lanjut dia, proses pembahasan RUU Pemilu harus memperhatikan tujuan pemilu.
"Beberapa di antaranya adalah meningkatkan partisipasi dan pendidikan politik masyarakat, memperkuat sistem presidensil, dan melakukan pembenahan serta perbaikan partai politik," ujar Khorunnisa.
RUU Pemilu setelah disahkan akan menjadi landasan hukum pelaksanaan pemilu serentak tahun 2019.
Tiga UU itu adalah UU Nomor 8/2012 tentang Pemilu Legislatif, UU 42/2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta UU 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu dilebur menjadi satu untuk menyusun RUU Pemilu.
(Baca juga: Jika UU Pemilu Tak Berkualitas, Taruhannya Proses Demokrasi di Indonesia)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.