JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, selama dua tahun kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla situasi parlemen sebagai pengawas pemerintah justru "terkendali".
Sebab, tidak ada kegaduhan yang tampak serius akibat tarik-menarik kepentingan antar-kelompok di DPR. Menurut Lucius, situasi ini berdampak positif.
"Menghemat energi parlemen khususnya, dan publik pada umumnya. Karena tidak perlu tersedot oleh berbagai kegaduhan yang dipicu oleh perbedaan sikap yang muncul di parlemen," ujar Lucius dalam diskusi di Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Di sisi lain, lanjut dia, situasi parlemen yang "terkendali" juga mengkhawatirkan. Sebab, menjadi tidak tampak fungsi parlemen sebagai kontrol atas pemerintah.
Padahal, dengan adanya dinamika yang dipenuhi berbagai perdebatan dengan pemerintah justru membuat parlemen menjadi tampak berenergi dalam melaksanakan tugasnya.
"Dengan kata lain, DPR sebagai lembaga perwakilan dengan fungsi pengawasan nyaris kehilangan daya kritis terhadap pemerintah," kata dia.
Lucius menjelaskan, penyebab hilangnya daya kritis parlemen saat ini tidak muncul begitu saja. Hilangnya daya kritis parlemen tidak lepas dari ketatnya pemerintah menjaga konsistensi atas perencanaan dan pelaksanaan program-program yang dijalankan.
"Pemerintah mempunyai skema kerja yang cukup rapi berhadapan dengan DPR yang terlalu sibuk memikirkan kalkulasi politik. Hasilnya DPR selalu 'tak berdaya' berhadapan dengan pemerintah," kata dia.
Lucius melanjutkan, di saat yang bersamaan itu juga DPR sebagai lembaga pengawas justru tak bisa meyakinkan dan memberikan bukti pencapaian atas kinerjanya kepada masyarakat.
Sehingga, tambah Lucius, ketika DPR akan mengkritisi pemerintah, maka pada saat yang sama selalu gagal menunjukkan bahwa lembaga ini pantas untuk mengkritik.
"Karena mereka (pemerintah) sudah bekerja dengan baik," kata dia.
(Baca: Dua Tahun Memerintah, Jokowi Dianggap Mampu Jaga Stabilitas Politik)
Selain itu, kata Lucius, masih banyak kasus korupsi dan pelanggaran etis yang menjerat para anggota DPR.
Sehingga, berdampak pada merosotnya citra kredibilitas DPR di hadapan pemerintah yang berhasil menyedot simpati publik melalui program-programnya.
"Inilah yang menyebabkan fungsi pengawasan DPR menjadi mandul, karena mereka gagal membangun kekuatan lembaga dengan hasil kerja nyata dan teladan hidup yang terpuji," ujarnya.