JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan penilaian Indonesia Corruption Watch (ICW) atas dua tahun kinerja pemerintahan Jokowi-JK, setidaknya terdapat dua regulasi atau kebijakan yang berpotensi memberangus upaya pemberantasan korupsi.
Dua regulasi tersebut adalah Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasional dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter mengatakan, kedua regulasi tersebut sarat dengan muatan kepentingan ekonomi bisnis yang justru berpotensial besar memberangus upaya pemberantasan korupsi.
"Pada titik tertentu upaya pemberantasan korupsi belum jadi fokus utama. Perpres Nomor 3/2016 dan Inpres Nomor 1/2016 berpotensi memberangus upaya pemberantasan korupsi," ujar Lalola saat memberikan keterangan pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2016).
Lalola menjelaskan, Bab X Perpres Nomor 3/2016 mengatur secara lengkap tentang Tata Cara Penyelesaian Permasalahan Hukum dalam Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Pasal 31 ayat (9) Perpres Nomor 3/2016, menyebutkan bahwa, manakala ditemukan adanya maladministrasi yang menimbulkan kerugian negara setelah pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan lntern Pemerintah (APIP), maka yang bersangkutan harus melakukan penyempurnaan administrasi dan pengembalian kerugian negara paiing lama 10 (sepuluh) hari sejak hasil pemeriksaan APIP disampaikan.
Peraturan itu dikhawatirkan akan “melokalisasi” permasalahan pidana menjadi sekadar masalah administratif belaka.
Sementara pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa, pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana.
(Baca juga: ICW: Apa Jokowi Serius Berantas Korupsi? karena dari Regulasi Itu Rasanya Tidak)
Ketentuan yang sama juga tercantum pada Inpres Nomor 1/2016.
Staf Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah berpendapat poin 6 pada Inpres tersebut menyebabkan kasus korupsi yang merugikan negara bisa diselesaikan hanya secara administratif atau musyawarah.
Pada poin 6 angka 1 menyebutkan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia harus mendahulukan proses administrasi pemerintahan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Itu dilakukan sebelum melakukan penyidikan atas laporan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Sedangkan pada angka 2, menyebutkan hasil pemeriksaan tidak bisa dipublikasikan secara luas ke masyarakat sebelum tahapan penyidikan.
"Kedua regulasi itu dikenal dengan nama paket regulasi antikriminalisasi, karena dimaksudkan untuk memberikan impunitas secara terbatas kepada kepala daerah yang kerap mengeluarkan kebijakan terkait investasi atau penanaman modal di tingkat daerah, yang berpotensi merugikan keuangan negara atau bahkan korupsi," ucap Wana.
(Baca juga: Evaluasi Dua Tahun Pemerintahan, ICW Nilai Jokowi Dukung KPK Setengah Hati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.