Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emil Salim: Reklamasi Harus Kedepankan Kepentingan Publik

Kompas.com - 04/10/2016, 20:43 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden, Emil Salim mengatakan bahwa reklamasi teluk Jakarta harus mengedepankan kepentingan publik.

Asumsi itu, kata dia, menjadi landasan bagi wantimpres di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memilih konsep reklamasi yang ditawarkan oleh kelompok insinyur asal Indonesia dibanding konsep yang dipresentasikan konsultan Belanda pada 2013.

"Dewan pertimbangan presiden cenderung berpihak kepada para ahli Indonesia. Karena, hasil studi Belanda mengutamakan sektor privat," kata mantan Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup ini dalam diskusi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (4/10/2016).

Hadir dalam diskusi tersebut mantan Ketua KPK Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. 

Emil menuturkan, teluk Jakarta perlu menjadi tempat penimbunan air tawar. Menurut Emil, hal itu untuk mencegah kelangkaan air tawar yang diprediksi akan langka pada tahun 2045.

Emil menyebutkan hasil reklamasi dari tim ahli Indonesia dapat menjadi lahan untuk perluasan ruang bagi penduduk dan pemerintahan Jakarta.

(Baca: Susi Pudjiastuti: Reklamasi Jakarta Bisa Sebabkan Banjir)

Hasil reklamasi juga dapat digunakan untuk perluasan pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu, memberikan akses ke laut bagi para nelayan.

Reklamasi nantinya pun bisa menjadi sumber air minum dan irigasi bagi pertanian di pulau Jawa.

"Dengan pertimbangan itu maka konsep ahli Indonesia lebih disukai," ucap Emil.

Emil menjelaskan, pantai utara Pulau Jawa merupakan hasil sedimentasi dari sungai yang mengalir ke laut.

Naiknya permukaan air laut, lanjut Emil, mengakibatkan sungai tidak lancar mengalir ke laut sehingga terjadi banjir rob.

Untuk mengatasi hak itu, tim ahli Indonesia mengusulkan membuat Giant Sea Wall. Dengan demikian, permukaan air laut dapat tertahan dan aliran air sungai menjadi terkendali.

"Kalau konsultan Belanda menghendaki waduk di pinggir pantai Jakarta. Itu tidak dianggap benar. Oleh karena itu justru menambahkan proses banjir ke Jakarta karena aliran air itu tidak mengalir tajam," papar Emil.

Emil menjelaskan, Wantimpres saat itu menolak pembangunan pulau berbentuk garuda yang berasal dari pengerukan tanah di luar sedimentasi. 

Dari analisis, Wantimpres melihat reklamasi merusak lingkungan di luar Jakarta.  

"Atas pertimbangan itu Wantimpres mengusulkan kepada SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, presiden saat itu) agar konsep ahli Indonesia yang dipilih. Gagasan ini kembali kami usulkan kepada Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, setelah memperhatikan di lapangan masih ada permasalahan," kata Emil. 

Kompas TV Sidang Suap Reklamasi Hadirkan Istri Sanusi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com