JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPD RI yang juga Anggota Panitia Musyawarah (Panmus) I Gusti Ngurah Arya Wedakarna mengatakan, Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur, Senin (19/9/2016).
Gusti Arya menuturkan bahwa dia mendapat laporan dari Farouk tentang rencana Presiden mengundang para anggota DPD untuk meredam isu pembubaran DPD yang berkembang di publik.
"Rencananya Pak Presiden akan undang anggota DPD, apakah bisa di Istana, untuk meredam hal ini. Karena tidak mudah untuk membubarkan. Harus ada komunikasi," kata Gusti Arya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin sore.
Belum diketahui secara rinci apakah anggota DPD yang dimaksud hanya pimpinan, alat kelengkapan tertentu atau seluruh anggota. Namun, Gusti Arya berharap semua anggota bisa diundang.
"Ini justru jalan untuk memperkuat peran DPD," tuturnya.
Secara pribadi, Arya meyakini wacana pembubaran DPD tak akan terjadi. Sebab, dibutuhkan sebuah proses politik yang panjang untuk membubarkan lembaga tersebut.
"Paling tidak ramalan saya, penguatan DPD sesuai Amandemen V ini agak terganjal," kata dia.
Wacana pembubaran DPD sempat bergulir awal 2016 yang dimunculkan Partai Kebangkitan Bangsa.
Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, arus kuat pengurus daerah partainya menghendaki agar Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dibubarkan karena dianggap tidak berfungsi sama sekali.
Wacana tersebut menguat setelah terjadi kericuhan perebutan kursi pimpinan di DPD, Maret lalu.
Adapun Sekretaris Jenderal DPP PKB Abdul Kadir Karding mengatakan, ada dua opsi yang dikaji.
Pertama, menambah kewenangan DPD sehingga lembaga tersebut bisa memiliki manfaat yang nyata bagi rakyat yang diwakilinya. Namun, jika opsi ini tidak memungkinkan, tidak ada opsi lain selain membubarkan DPD.
Sempat tenggelam, wacana pembubaran DPD kembali muncul setelah KPK menangkap tangan Ketua DPD Irman Gusman.
KPK menangkap Irman bersama Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istri Xaveriandy, yaitu Memi, dan adik Xaveriandy, yaitu Willy Sutanto.
Penyidik KPK juga mengamankan uang Rp 100 juta yang dibungkus plastik berwarna putih. Uang tersebut diduga merupakan suap dari Xaveriandy kepada Irman untuk pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog.