JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan bahwa rekaman video Freedy Budiman yang diserahkan Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham) tidak bakal dipublikasikan.
"Enggak (dipublikasi)," ujar Tito di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/8/2016).
Alasannya, kata Tito, video yang diterima pada Kamis (25/8/2016) kemarin itu merupakan bahan penyidikan Tim Pencari Fakta (TPF).
Selain itu, dalam video itu juga tidak ada penyebutan nama-nama yang terlibat, melainkan curhatan rasa bersalah Freedy Budiman sebelum menjalani eksekusi mati.
(Baca: Dua Video Freddy Budiman Dipegang Polri, Tak Ada Identitas Pejabat yang Terlibat)
"Dua (video). Intinya kira-kira dia menyampaikan curhatan dia tentang bertobat, dia merasa bersalah selama ini, tapi dia juga mengatakan ada hal-hal yang berlebihan dituduh kan kepada dia. Misalnya itu sebetulnya ada orang lain yang juga terlibat pelaku lain tapi kok yang kena saya saja, pelaku lain tidak. Dia enggak menyebutkan nama-nama," kata dia.
Di sisi lain, lanjut dia pernyataan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar yang katanya berdasarkan penuturan Freedy itu belum jelas.
"Dia menyebutkan secara umum ada anggota yang tahu tentang kegiatan dia. Tahu itu kan sumir sekali, tahu apa. Tahu soal kegiatan, jaringan, atau bagaimana? kalau yang tahu kan banyak maksudnya," kata Tito.
(Baca: Telusuri Pengakuan Freddy Budiman, Tim Investigasi Minta Keterangan Bandar Besar Narkoba Akiong)
Tito mengatakan, alasan inilah yang membuat pihaknya tidak bisa mempublish video tersebut kepada publik melalui media.
Tetapi, lanjut dia, video tersebut menjadi bahan investigasi TPF.
"Kalau disampaikan ke publik nanti bisa jadi trial by the press (bentuk peradilan yang dilakukan melalui penulisan atau pembicaraan dari satu pihak secara bias), publik menganggap itu benar padahal keterangannya menurut saya keterangan nya sangat umum sekali bukan menyebutkan tempat apalagi menyebutkan uang, tidak ada," kata dia.
Freddy adalah satu dari tiga narapidana yang dieksekusi mati akhir Juli lalu di Pulau Nusakambangan. Dua hari setelah eksekusi, Haris Azhar mengaku mendapat cerita dari Freddy tentang keterkaitan aparat TNI, Polri, Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bea Cukai.
Haris menyebarkan cerita itu. Tak lama kemudian dia dilaporkan TNI, Polri dan BNN ke Bareskrim. Namun, laporan itu diabut setelah ketiganya memutuskan untuk menyelidiki secara internal.