JAKARTA, KOMPAS.com — Wacana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan banyak menuai polemik di masyarakat.
Isu dwi-kewarganegaraan menjadi salah satu hal yang muncul dalam pembahasan revisi UU tersebut.
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2004-2007, Hamid Awaludin menyebutkan, saat ini ada kalangan masyarakat yang menolak adanya revisi regulasi ini dengan alasan keamanan trans-nasional.
"Ini isu-isu transnational crime sangat mengemuka ya sehingga pasti akan ada penolakan," ujar Hamid usai acara Dialog Peringatan Dasawarsa Dwi-Kewarganegaraan Terbatas ke-10 di gedung Kemenkumham, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Menurut Hamid, pembahasan mengenai revisi UU Kewarganegaraan dapat memunculkan sensitivitas nasional, terutama akibat maraknya kejahatan trans-nasional.
"Jadi menurut saya membicarakan ini harus hati-hati," ujar Hamid.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Freddy Haris, menyebutkan, alasan keamanan trans-nasional tak punya korelasi dengan adanya revisi UU Kewarganegaraan, khususnya terkait dwi-kewarganegaraan.
Freddy menilai, tanpa wacana dwi-kewarganegaraan dan rencana revisi UU Kewarganegaraan, masalah keamanan trans-nasional dalam negara dengan kewarganegaraan tunggal pun tetap akan mengemuka.
"Persoalan transnasional dengan single nationality juga persoalan. Jadi sekali lagi keamanan itu enggak bicara soal kewarganegaraan," ujar Freddy.
Selain itu, Freddy juga menjelaskan bahwa masalah keamanan seharusnya berfungsi untuk mengawasi orang-orang yang memiliki niat dan melakukan perbuatan jahat.
"Keamanan itu bagaimana kita mengawasi orang-orang yang punya niat dan melakukan perbuatan jahat, bukan masalah orang punya dwi-kewarganegaraan," ucap Freddy.