JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah elemen masyarakat menyatakan dukungan atas pengungkapan informasi yang disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar.
Haris menceritakan kembali "curhat" Freddy Budiman, pengedar narkoba yang telah dieksekusi mati soal keterlibatan penegak hukum dalam jaringan.
Elemen masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Berantas Mafia Narkoba ini mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membentuk tim independen pemberantasan mafia narkoba.
"Tim independen ini diberharapkan bisa bekerja membongkar semua fakta-fakta terkait bisnis narkoba di Indonesia," kata Ketua PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, salah satu anggota koalisi di PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
(Baca: Jokowi Minta "Curhat" Freddy Budiman Jadi Koreksi Diri Aparat)
Dahnil mengatakan koalisi menagih komitmen Presiden Jokowi yang telah menyatakan perang terhadap narkoba.
Dahnil melajutkan, koalisi juga meminta kepada Presiden untuk menginstruksikan kepada Polri, TNI, dan Badan Narkotika Nasional untuk menghentikan upaya kriminalisasi terhadap Haris.
"Kalau Pak Jokowi bisa kumpulkan semua Polda dan minta tidak lakukan kriminalisasi kepada kepala darah kok kepada aktivis tidak. Dalam konteks Haris, terang benderang ada kriminalisasi," ucap Dahnil.
Dahnil menuturkan, informasi yang disampaikan oleh Haris merupakan momen positif untuk memulai pemberantasan narkoba.
(Baca: Panglima TNI Akui Pernah Ada Oknum Tentara dalam Jaringan Peredaran Narkoba)
Sejumlah tokoh yang mendukung testimoni Haris diantaranya, Ketua PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Tokoh buruh Indonesia, Muchtar Pakhpahan, Pegiat HAM Usman Hamid, Istri Almarhum Munir Suciwati, Direktur Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH) Hatta Taliwang, Sekjen KSPI Muhammad Rusdi.
Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, TNI dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukannya.
Kesaksian Freddy, menurut Haris, disampaikan saat memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014. Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar.
Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
(Baca: Budi Waseso Panggil Kalapas Saat Freddy Budiman Ditahan pada 2014)
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000. Oleh karena itu, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.
Usai menyampaikan cerita itu, Haris dilaporkan polisi, TNI dan BNN ke Bareskrim Polri, Selasa (2/8/2016). Polisi menindaklanjuti laporan tersebut dengan akan memanggil Haris untuk dimintai keterangan.