Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memperberat Syarat Calon Independen Dinilai Bisa Hindari Cukong Berkuasa

Kompas.com - 24/04/2016, 07:27 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Arteri Dahlan menilai, syarat ambang batas bagi calon perseorangan dalam Pilkada perlu dinaikan dalam revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Menurut dia, memperberat syarat bagi calon independen merupakan salah satu cara mencegah politik transaksional. Khususnya di daerah yang masih teguh memegang nilai-nilai primordial.

Alasan lain, di wilayah-wilayah yang jumlah pemilihnya rendah, memperoleh dukungan 10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dinilai bukan hal yang sulit.

Berdasar keputusan Mahkamah Konstitusi, syarat dukungan KTP yang harus dikumpulkan calon perseorangan adalah antara 6,5-10 persen dari jumlah DPT pemilu sebelumnya. (baca: F-Demokrat Tolak Syarat Calon Independen Diperberat)

"Kenapa (kalau ambang batasnya tidak dinaikkan)? Nanti akan muncul toke-toke, cukong-cukong, orang-orang kaya yang berpengaruh dan berkuasa yang bisa memastikan untuk mengumpulkan (suara masyarakat)," ujar Arteri dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (23/4/2016).

"Tidak hanya 10 persen DPT, jangan-jangan 50 persen pun bisa dia ambil semuanya," lanjut dia.

Menurut Arteri, persyaratan calon perseorangan dalam Pilkada jangan hanya dilihat untuk wilayah Jakarta yang jumlah pemilihnya besar. Namun, perlu juga dilihat wilayah lain yang jumlah DPT-nya hanya puluhan ribu orang.

(baca: Mahfud MD: Persentase Dukungan Calon Independen Tak Perlu Diubah)

"10 persen jangan lihatnya di DKI Jakarta yang jumlah besar, tapi juga di lain tempat yang DPT-nya hanya 26.000 orang atau 30.000 orang, itu cuma (kisaran) tiga ribu orang (syarat dukungan untuk daftar ke KPU)," tuturnya.

"Di Indonesia ada 540 kabupaten/kota provinsi. Kalau diterapkan undang-undang yang berlaku umum, pasti mengatakan dukungan calon independennya perlu ditinggikan," kata Politisi Golkar itu.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya menegaskan, pemerintah hingga saat ini tidak ingin memperberat syarat bagi calon independen yang akan maju dalam Pilkada.

Sebab, syarat bagi calon independen sebelumnya sudah diringankan oleh Mahkamah Konstitusi.

Jika syarat calon independen disetujui untuk diperberat, Mendagri khawatir hasil revisi UU Pilkada nantinya akan kembali digugat ke MK. (baca: Mendagri Khawatir UU Pilkada Digugat ke MK jika Syarat Calon Independen Diperberat)

Dalam draf UU yang diusulkan pemerintah disebutkan bahwa syarat dukungan bagi calon perseorangan dan parpol tidak berubah dari sebelumnya.

Calon perseorangan harus mengumpulkan KTP antara 6,5 hingga 10 persen dari jumlah DPT dalam pilkada sebelumnya. Rentang angka 6,5 sampai 10 persen tergantung dari jumlah penduduk yang ada di daerah itu.

KPU menghormati wacana Komisi II DPR yang hendak memperberat syarat bagi calon independen.

Namun, KPU berpandangan, syarat untuk mengusung calon independen seharusnya justru dipermudah. (baca: KPU: Kami Usulkan Syarat Calon Independen Diturunkan, Kok Malah Kebalik?)

KPU memandang syarat yang berlaku pascakeputusan MK masih cukup berat. KPU menyarankan agar syarat bagi calon independen diturunkan menjadi 3-6 persen dari jumlah pemilih. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.

Kompas TV Syarat Calon Independen Ancam Demokrasi? (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com