JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagai lembaga yang bertugas menyimpan dokumen negara, Arsip Nasional masih terus melakukan pencarian terhadap Surat Perintah 11 Maret 1966 yang masih misterius keberadaannya.
Tanpa bukti keberadaan, Supersemar pun dianggap sebagai mitos yang menjadi penanda peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto.
Karena itu, wujud fisik diharapkan dapat memberikan penjelasan sehingga menjadikan salah satu fase sejarah bangsa itu terang benderang.
Kepala Arsip Nasional RI Mustari Irawan kemudian menceritakan mengenai perburuan Supersemar yang dilakukan ANRI.
Saat ditemui di kantornya, Kamis (10/3/2016), Mustari bercerita mengenai sejumlah kisah unik saat ANRI berburu Supersemar.
Berikut penuturan Mustari Irawan kepada wartawan Kompas.com, Bayu Galih dan Fabian Januarius Kuwado, dalam wawancara bagian pertama yang kami sajikan dalam dua tulisan.
Dokumen mengenai Supersemar apa saja yang disimpan ANRI?
Ada tiga yang kami simpan sementara ini. Pertama dari Pusat Penerangan Angkatan Darat (1995), kemudian berikutnya dari Sekretariat Negara, dua lembar. Lembar pertama diktum saja, lembar kedua tanggal, tempat, tanda tangan, tanggal dan tahun. Ketiga, dari Akademi Kebangsaan, dari DR Nurinwa. Ketiganya ada perbedaan.
Perbedaannya, yang dari Puspenad, hurufnya size agak kecil. Margin kanan rata. Rapi. Kemudian spasi di antara "Presiden Republik" dengan "Surat Perintah" agak rapat. Hanya satu spasi. Namanya pake "oe", "Soekarno". Kemudian, pemotongan kata-katanya beda dengan yang dua lain. Kertas diprediksi ukuran A5.
Yang dari Setneg (1996), agak rapat. Tiga-tiganya sama ya, logo garuda, bukan kepresidenan, padi dan kapas. "Surat Perintah" dan "Presiden Republik Indonesia" agak renggang.
Huruf, size-nya agak sedikit lebih besar dari yang Puspenad. Pemotongan katanya juga beda dengan yang Puspenad. Ini dua lembar. Lembar pertama diktum. Lembar keduanya tanggal dan tanda tangan.
Ada juga yang jadi pertanyaan, itu kan di Bogor, tetapi kenapa ini "Jakarta". Ini jadi analisis. Ada yang mengatakan surat sudah disiapkan dari Jakarta. Kemudian, "Soekarno" tidak pakai "oe", tetapi pakai "u", "Sukarno".
Lalu, yang dari Akademi Kebangsaan, tahun 2012. Sebetulnya kami sudah yakin nih bahwa ini otentik. Pemotongan katanya sama dan sudah ada yang sobek.
Yang membedakan, ini ukurannya agak panjang, kayak legal. Hanya satu lembar. Samanya pemotongan, logo, jarak antar-kata dengan yang kedua. Tetapi, ini satu lembar, itu dua lembar.
Awalnya sudah yakin, waktu itu sudah mau hubungi Sudi Silalahi (Mensesneg), biar Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) yang umumkan. Tetapi, sebelum sampai sana, kami lakukan pengecekan dengan membandingkan beberapa surat yang seumur, semasa tanggal dan tahun itu, yang ditandatangani oleh Soekarno.