Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wawancara Kepala Arsip Nasional, Supersemar Gelap, Tak Ada Dokumen dari Periode Itu

Kompas.com - 12/03/2016, 09:08 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagai lembaga yang bertugas menyimpan dokumen negara, Arsip Nasional masih terus melakukan pencarian terhadap Surat Perintah 11 Maret 1966 yang masih misterius keberadaannya.

Tanpa bukti keberadaan, Supersemar pun dianggap sebagai mitos yang menjadi penanda peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto.

Karena itu, wujud fisik diharapkan dapat memberikan penjelasan sehingga menjadikan salah satu fase sejarah bangsa itu terang benderang.

Kepala Arsip Nasional RI Mustari Irawan kemudian menceritakan mengenai perburuan Supersemar yang dilakukan ANRI.

Saat ditemui di kantornya, Kamis (10/3/2016), Mustari bercerita mengenai sejumlah kisah unik saat ANRI berburu Supersemar.

Berikut penuturan Mustari Irawan kepada wartawan Kompas.com, Bayu Galih dan Fabian Januarius Kuwado, dalam wawancara bagian pertama yang kami sajikan dalam dua tulisan. 

Dokumen mengenai Supersemar apa saja yang disimpan ANRI?

Ada tiga yang kami simpan sementara ini. Pertama dari Pusat Penerangan Angkatan Darat (1995), kemudian berikutnya dari Sekretariat Negara, dua lembar. Lembar pertama diktum saja, lembar kedua tanggal, tempat, tanda tangan, tanggal dan tahun. Ketiga, dari Akademi Kebangsaan, dari DR Nurinwa. Ketiganya ada perbedaan.

Perbedaannya, yang dari Puspenad, hurufnya size agak kecil. Margin kanan rata. Rapi. Kemudian spasi di antara "Presiden Republik" dengan "Surat Perintah" agak rapat. Hanya satu spasi. Namanya pake "oe", "Soekarno". Kemudian, pemotongan kata-katanya beda dengan yang dua lain. Kertas diprediksi ukuran A5.

Yang dari Setneg (1996), agak rapat. Tiga-tiganya sama ya, logo garuda, bukan kepresidenan, padi dan kapas. "Surat Perintah" dan "Presiden Republik Indonesia" agak renggang.

Huruf, size-nya agak sedikit lebih besar dari yang Puspenad. Pemotongan katanya juga beda dengan yang Puspenad. Ini dua lembar. Lembar pertama diktum. Lembar keduanya tanggal dan tanda tangan.

Ada juga yang jadi pertanyaan, itu kan di Bogor, tetapi kenapa ini "Jakarta". Ini jadi analisis. Ada yang mengatakan surat sudah disiapkan dari Jakarta. Kemudian, "Soekarno" tidak pakai "oe", tetapi pakai "u", "Sukarno".

Lalu, yang dari Akademi Kebangsaan, tahun 2012. Sebetulnya kami sudah yakin nih bahwa ini otentik. Pemotongan katanya sama dan sudah ada yang sobek.

Yang membedakan, ini ukurannya agak panjang, kayak legal. Hanya satu lembar. Samanya pemotongan, logo, jarak antar-kata dengan yang kedua. Tetapi, ini satu lembar, itu dua lembar.

Awalnya sudah yakin, waktu itu sudah mau hubungi Sudi Silalahi (Mensesneg), biar Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) yang umumkan. Tetapi, sebelum sampai sana, kami lakukan pengecekan dengan membandingkan beberapa surat yang seumur, semasa tanggal dan tahun itu, yang ditandatangani oleh Soekarno.

Ada beberapa kemiripan. Kami sudah yakin. Lalu, kami undang Puslabfor Polri. Mereka datang, analisislah dengan alat yang mereka punya. Mereka kemudian menyampaikan rekomendasi.

Hasilnya, ini adalah patut diduga bukan yang asli. Bukan juga salinan. Karena kalau salinan, pasti ada yang menyalin, siapa, dan ada tanda tangan yang menyalin. Istilahnya diketik ulang saja.

Jadi, yang terakhir ini ketika kami yakin 99 persen, tetapi ketika diuji di Puslabfor, ini ternyata juga bukan yang asli. Patut diduga, karena kami sulit menyebut palsu akibat tidak ada pembandingnya. Jadi, ini patut diduga tidak asli.

KOMPAS Salinan Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar
Ada lagi, arsip dari Kompas, tanggal 12 Maret 1966. Ini kok mirip dengan yang terakhir, yang sobek ini. Tetapi, itu patut diduga tidak asli. Jadi, ini untuk sementara, tiga yang kami simpan sambil terus melakukan pelacakan.

Untuk dokumen yang dilacak Puslabfor, apa saja dasar menyebut tidak asli?

Ada beberapa dasar. Pertama, tanda tangan tidak dalam satu tarikan. Jadi, dikaji satu-satu. Itu dianalisis tanda tangannya, seperti stensilan, bukan tanda tangan asli. 

Untuk dokumen ketiga dari Akademi Kebangsaan, dari mana asalnya?

Ini disebut ditemukan di petilasan Trowulan, pemakaman Majapahit. Yang bawa itu anak penunggu makam di sana. Waktu itu datang ahli spiritual Soeharto, katanya menyerahkan. Waktu itu kami sudah yakin, tetapi setelah analisis itu tidak asli.

Kertas ini menempel di tembok. Arsipnya ini ditempel di karton. Makanya rusak. Ditempel di dinding. Orang enggak begitu memperhatikan bahwa itu dokumen penting.

Katanya pernah cari sampai pesantren?

Banyak ya, rumor atau gosip. Ada yang di pesantren, ada di Singapura, ada di bank di Swiss. Ada juga yang menyebut disimpan di Mas Agung (pengusaha). Tetapi, setelah kami lacak, enggak benar.

Kami melakukan pelacakan intensif sejak 2000 hingga 2012. Sekarang masih lakukan pelacakan itu.

Kalau untuk dokumen yang dari Setneg, kapan itu diserahkan?

Itu tidak diserahkan. Ini dari semacam buku. Jadi tidak ada penyerahan. Itu sekitar 1995 atau 1996. Tidak jauh berbeda dengan Puspenad, yang diserahkan 1995.

Walaupun tiga ini tidak asli, tetap kami simpan. Disimpan dijadikan satu tempat di brankas dengan naskah teks proklamasi. Benar-benar kami jaga.

Idealnya berapa lama sebuah arsip harus disimpan di ANRI. Ini kan peristiwa 1966, dan baru diserahkan 1995?

Menurut SOP kami, begitu peristiwa itu selesai langsung diserahkan ke kami. Seperti saat pidato Pak Harto lengser, itu langsung kami kejar. Kami tidak mau terulang (arsip) itu hilang.

Kalau saya baca, ini bukan menafsirkan ya, baca dari biografi Pak Sudharmono. Ketika sudah selesai dibuat, disuruh staf tata usaha Letkol Budiono untuk digandakan. Ketika itu Pak Sudharmono dapat satu, yang aslinya disimpan.

Pak Budiono belum sempat kami wawancarai. Kami memang punya program untuk mewawancarai orang-orang yang dekat dengan presiden, dekat dengan para jenderal.

PIET WARBUNG Mendagri Amirmachmud (kanan) dan Menteri Perindustrian Mohamad Jusuf (tengah) Rabu kemarin hadir ketika Presiden Soeharto memberikan wawancara khusus sekitar lahirnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 10 tahun yang lalu kepada Brigjen Nugroho Notosusanto, Kepala Pusat Sejarah ABRI, bertempat di jalan Haji Agus Salim 98, rumah Jendral Soeharto ketika menjabat Men/Pangad waktu itu. Kedua perwira tinggi diatas bersama Letjen Basuki Rachmat alm. pergi ke Bogor menghadap Presiden Soekarno dengan membawa pesan Jendral Soeharto, antara lain "kalau saya masih dipercaya, saya sanggup mengatasi keadaan."
Memang sih ada yang belum sempat, seperti Pak Basuki Rachmat, M Jusuf, hanya keponakannya M Jusuf sudah pernah kami wawancarai. Waktu itu disebut tidak tahu. Kami belum sempat wawancara, termasuk Pak Harto sendiri. Ya pada massa itu tentu berbeda ya.

Informasi apa yang didapat soal penyimpanan Supersemar?

Sejak tahun 2000 kami pernah wawancarai, seperti Sesneg Bondan Gunawan. Logikanya ada di Setneg. Setelah itu kami terus melacak.

Kami menanyakan ke ajudan, ke anggota dewan, tokoh yang dianggap tahu, sampai ke anak Soekarno, Sukmawati. Mereka semua enggak tahu di mana itu surat.

Memang ada dokumen penting (selain Supersemar) yang kami tidak simpan. Pagi ketika 11 Maret 1966 kan ada sidang kabinet. Pak Amirmachmud ikut di situ karena diminta Soekarno. Waktu rapat, ajudan, Brigjen Sabur memberikan nota dinas ke Amirmachmud, yang menyebut ada pasukan tidak dikenal. Sayangnya, itu tidak ada di kami. Kami simpan arsip yang kecil-kecil karena suatu saat itu jadi peristiwa besar dan itu jadi petunjuk.

Saat Pak Amir tidak beri respons, Brigjen Sabur beri ke Presiden yang kemudian ke Bogor. Nah tiga jenderal itu kemudian mengatakan ingin ke Bogor supaya bisa menemani Soekarno. Di situ dikatakan Amirmachmud, kalau bisa disebut instruksi. Nah, proses itu tidak ada dalam arsip kami.

Karena, ada versi yang mengatakan surat itu disiapkan di Jakarta. Ada yang bilang dibuat di Bogor, atas perintah Soekarno. Ada yang mengetik yang ditemani Brigjen Sabur. Proses itu tidak ada di kami. Kenapa kami katakan Supersemar itu gelap karena arsip-arsip yang ada pada periode itu pun enggak ada.

Kami juga wawancarai Pak Sukardjo Wilardjito, Pak Moerdiono, waktu itu dia mengatakan melihat katanya ada dua lembar. Tetapi, pada wawancara kedua 2008, dia mengaku tidak tahu lagi keberadaannya.

Kami bisa memahami karena negara dalam kondisi chaos, genting. Orang enggak memperhatikan. Tetapi, kemudian itu jadi sangat penting sekali. Meskipun ini sudah selesai, kami tetap menganggap ini sangat penting sekali. Ini bagian dari proses perjalanan ketatanegaraan kita.

Sesulit apa mewawancarai mereka yang diduga mengetahui?

Ada yang keburu tidak ada (meninggal). Kalau M Jusuf, diserahkan ke keponakannya, tetapi disebut tidak tahu. Intinya, mereka hanya mendengar ada, ada yang tahu, kami kejar.

Ketika kami tanyakan di mana, mereka bilang enggak tahu. Arsipnya tidak tahu ada di mana, ini yang menyebabkan Supersemar itu misterius.

Ada laporan masyarakat yang mengaku tahu?

Ada, terakhir itu 2013, ada anggota dewan yang bilang punya itu. Tetapi, setelah dicek, ternyata fotokopi saja dari ini (salah satu arsip yang disimpan ANRI).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com