Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Johan Budi: Soal Freeport Harus Ada Aduan, Baru Bisa Ditelaah KPK

Kompas.com - 25/11/2015, 08:40 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi, mengatakan, tindak pidana korupsi merupakan delik aduan.

Oleh karena itu, dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, KPK harus menerima aduan dulu untuk menelaah apakah ada kerugian negara atau tindak pidana dalam kasus tersebut.

"Harus ada informasi yang masuk, poinnya di situ. Informasi yang masuk itulah yang kemudian kita lakukan telaah dulu," ujar Johan, Rabu (25/11/2015).

Johan mengatakan, hingga saat ini, belum ada pengaduan dari masyarakat ke KPK terkait dugaan tindak pidana terkait pencatutan nama Kepala Negara.

"Belum ada, kalau (audit) Petral ada," kata Johan.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Zulkarnain menyatakan bahwa pihaknya dapat menindaklanjuti soal pencatutan nama itu meski tanpa aduan masyarakat.

"Itu bisa (ditindaklanjuti), ada laporan (atau) tanpa laporan, melalui proses yang silent. Kami dengar aturan-aturannya bagaimana, etika maupun hukumnya. Ada hal yang tidak benar secara hukum bagaimana, kalau ketentuan etika bagaimana," ujar Zulkarnain.

Beberapa hari lalu, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Said Didu, mendadak muncul di Gedung KPK.

Saat ditanya ihwal kedatangannya, sambil berlalu Said menyatakan bahwa tak ada hal penting yang dilakukannya di KPK.

"Oh, saya cuma mau mampir merokok," kata Said.

Said berkelit saat disinggung apakah kedatangannya juga untuk melaporkan rekaman percakapan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan petinggi PT Freeport berinisial MS.

Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mendapatkan informasi bahwa Said bertandang ke bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

"Ketemu Dumas. Agendanya tidak terinfo," kata Yuyuk.

Pada 16 November lalu, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan atas dugaan pelanggaran etika.

Sudirman menyebut Setya Novanto bersama pengusaha minyak Riza Chalid menemui bos PT Freeport sebanyak tiga kali.

Pada pertemuan ketiga 6 Juni 2015, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Novanto juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika dan meminta PT Freeport menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dalam proyek tersebut.

Saat itu, Sudirman turut menyampaikan bukti berupa transkrip pembicaraan antara Novanto, pengusaha, dan petinggi PT Freeport.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com