Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Politik Uang dan Politik Dinasti

Kompas.com - 03/08/2015, 15:14 WIB


Oleh: Todung Mulya Lubis

JAKARTA, KOMPAS - Sulit untuk membayangkan berapa banyak uang yang beredar menjelang dan pada waktu pilkada. Pasca pilkada pun uang masih akan bertebaran ketika sengketa pilkada singgah di Mahkamah Konstitusi.

Kita memang membatasi sumbangan individual dan badan hukum kalau kita membaca UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilpres. Dalam UU Pilkada juga ada batasan sumbangan individual dan badan hukum masing-masing Rp 50.000.000 dan Rp 500.000.000. Batas sumbangan ini tak diatur secara terperinci, dan karena itu membuka peluang untuk ditelikung.

Individual diasumsikan adalah orang yang cakap, dewasa, dan bebas bertindak dalam hukum. Kalau definisi individual adalah seperti ini, dalam sebuah keluarga bisa jadi ada beberapa penyumbang yang eligible. Sama juga dengan badan hukum yang bisa jadi berjumlah lebih dari satu, tetapi berada dalam kelompok konglomerasi atau holding tertentu. Jadi, batasan Rp 50.000.000 dan Rp 500.000.000 sepertinya tak mempunyai makna sama sekali karena tak dipagari dengan ketat dalam peraturan perundang-undangan.

Persoalannya bukan semata pada regulasi. Persoalannya juga ada pada lembaga pelaksana pilkada itu sendiri yang memang tak memiliki kapasitas untuk membatasi sumbangan pilkada meskipun ada ketentuan mengenai pencatatan dan audit pengeluaran dana kampanye. Akibatnya, pilkada memang menjadi bisnis politik yang besar di mana sumbangan tak lagi menjadi persoalan, dan karena itu keberadaan politik uang menjadi sesuatu yang niscaya.

Kalau ada yang mengeluh bahwa pilkada sarat dengan politik uang, sarat dengan dagang sapi, semua itu adalah konsekuensi tak terhindarkan dari lemahnya regulasi dan lembaga penyelenggara pilkada itu sendiri. Kesimpulan sederhana dari membanjirnya uang dalam pilkada adalah terpinggirkannya kepentingan rakyat banyak yang bukan menjadi penyumbang karena suka atau tak suka para calon gubernur, bupati, dan wali kota pada akhirnya akan lebih memikirkan kepentingan penyumbang uang ketimbang rakyatnya.

Kongkalikong penguasa-pengusaha

Ibarat seseorang yang sedang berutang, orang tersebut pasti memberikan perhatian lebih kepada yang memberikannya utang. Jadi, utang budi pilkada di sini melahirkan pula utang budi politik, dan utang budi politik ini harus dibayar dengan jabatan politik atau proyek bisnis, baik dalam bentuk proyek pengadaan (procurement) maupun perkebunan atau pertambangan. Politik kawin dengan bisnis. Penguasa kawin dengan pengusaha.

Garis pisah antara individual dan badan hukum semakin hilang ketika bicara tentang sumbangan politik. Mitt Romney, calon presiden Partai Republik di Amerika, pernah bilang, "Corporations are people, my friend." Semangat ucapan Romney sama dengan putusan Mahkamah Agung Amerika dalam kasus Citizens United yang tak membatasi sumbangan perusahaan untuk pemilihan presiden, gubernur, wali kota, dan anggota parlemen.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com