JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan, pihaknya akan mengubah sejumlah Peraturan KPU (PKPU) terkait pemilihan kepala daerah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jadi peraturan kami nanti akan berubah sesuai dengan keputusan MK, tunggu saja, kan ini ada beberapa (revisi), biar sekaligus," kata Husni ketika ditemui di Jakarta, Rabu (8/7/2015), seperti dikutip Antara.
Husni tidak membantah bahwa akan ada beberapa Peraturan KPU yang akan direvisi, seperti Surat Edaran (SE) Komisi Pemilihan Umum Nomor 302/KPU/VI/2015 terkait Penjelasan Beberapa Aturan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9/2015.
"SE 302 menjelaskan peraturan KPU, jadi kalau peraturan KPU tersebut direvisi, maka SE 302 juga direvisi," ucapnya.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya pelanggengan politik dinasti, Husni menyatakan, tetap akan mendasarkan hal tersebut sesuai dengan putusan MK.
MK sebelumnya mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Mahkamah menilai, aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana telah melanggar konstitusi. (baca: MK: Larangan Keluarga Petahana Ikut Pilkada Melanggar Konstitusi)
Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa idealnya suatu demokrasi adalah bagaimana melibatkan sebanyak mungkin rakyat untuk turut serta dalam proses politik. Meski pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik memenuhi kapasitas dan kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara.
Hakim menilai, Pasal 7 huruf r UU Pilkada mengandung muatan diskriminasi. Hal itu bahkan diakui oleh pembentuk undang-undang, di mana pasal tersebut memuat pembedaan perlakuan yang semata-mata didasarkan atas status kelahiran dan kekerabatan seorang calon kepala daerah dengan petahana. (baca: Menurut MK, Larangan Keluarga Petahana Ikut Pilkada Diskriminasi dan Langgar HAM)
Adapun Pasal 7 huruf r berbunyi: "Warga negara Indonesia yang dapat menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota adalah yang memenuhi persyaratan sebagai berikut; tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana."
Pasal tersebut merupakan ketentuan dari Pasal 7 yang berbunyi: "Yang dimaksud dengan tidak memiliki konflik kepentingan adalah antara lain, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan."
Aturan itu membuat sejumlah kepala daerah mundur dari jabatannya menjelang Pilkada serentak. Langkah itu dilakukan agar keluarganya bisa maju dalam Pilkada. (baca: Mendagri: Kepala Daerah Mundur Harus Melalui Persetujuan DPRD)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.