Sebelumnya, kekhawatiran akan terjadinya konflik juga diutarakan oleh anggota Fraksi PDI-P Sukur Nababan, saat menanggapi persiapan pilkada serentak pada Desember 2015.
"Potensi terjadinya konflik 3 kali lebih besar dari pilpres. Pilkada serentak melibatkan elit, kelas menengah, hingga akar rumput. Pilkada sangat lokalisti. Semua lapisan akan menghadiri kegiatan apapun yang dilaksanakan," ujar Muhammad, saat menjadi narasumber dalam diskusi yang digelar Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, di Jakarta, Senin (29/6/2016).
Selain melibatkan banyak kepentingan, menurut Muhammad, mekanisme pilkada serentak yang dibuat hanya satu putaran juga dinilai rawan menimbulkan konflik. Misalnya, selisih angka perolehan yang hanya berbeda tipis dikhawatirkan akan menimbulkan upaya persaingan yang tidak sehat.
Sementara itu, Sukur Nababan meragukan kapasitas yang dimiliki Kepolisian apabila pelaksanaan pilkada serentak menimbulkan konflik. Menurut dia, potensi penanganan kerusuhan bisa menjadi problem besar jika tidak dipersiapkan sejak awal.
"Bayangkan kalau hampir di semua daerah rusuh, ini bisa crash. Apakah polisi cukup? Sedangkan menangani konflik di satu daerah saja Kepolisian kewalahan," kata Sukur.
Menurut Sukur, pelaksanaan pilkada serentak sebaiknya tidak hanya diukur melalui efektivitas, dan efisiensi saja. Tetapi, harus diperhatikan juga mengenai antisipasi potensi konflik yang bisa saja terjadi, yang bahkan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.