Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison Simanjuntak mengatakan, dugaan itu muncul setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan. Sejak diusut akhir Januari 2015 lalu, lima orang saksi sudah diperiksa. Polisi juga sudah menggeledah Kantor SKK Migas dan PT TPPI.
"Ada beberapa aturan yang dilanggar. Pertama tidak ada lelang dan tim penilai untuk menilai perusahaan yang melakukan lelang. Belum ada lelang, belum dibentuk tim penilai, pihak SKK Migas sudah menunjuk langsung," ujar Victor, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Tahun 2009, SKK Migas melakukan proses penunjukan langsung penjualan kondensat bagian negara kepada PT TPPI. Tapi tidak melalui ketentuan yakni Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-20/BP0000/2003-SO tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Kondensat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BPO0000/2003-SO tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Konsensat Bagian Negara.
Kedua, SKK Migas tidak membuat berita acara penelitian terhadap dokumen penawaran PT TPPI, perusahaan yang ditunjuk langsung.
Ketiga, penjualan kondensat bagian negara oleh PT TPPI tahun 2009 tanpa dipayungi kontrak kerja sama terlebih dahulu. Tindakan tersebut diketahui terjadi sampai dengan bulan Maret 2010 sehingga menimbulkan kerugian negara. Uang hasil penjualan itu pun tidak masuk ke kas negara dan menghasilkan kerugian uang negara hingga 160 juta dollar AS.
"SKK Migas mengetahui sudah ada kerugian negara. Tapi penjualan kondensat oleh PT TPPI tidak dihentikan, sehingga kerugian negaranya semakin membengkak," lanjut Victor.
Tindakan itu melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Saat ini, penyidik telah menetapkan DH yang menjabat sebagai Deputi Finansial dan Komersial BP Migas (sebelum berubah menjadi SKK Migas) sebagai tersangka. Penyidik masih akan mengembangkan kasus itu untuk kemungkinan ada tersangka lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.