Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Putusan MK soal Praperadilan Membuat Penegak Hukum Tak Bisa Semena-mena"

Kompas.com - 29/04/2015, 19:05 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta masyarakat jangan terlalu khawatir atas putusan Mahkamah Konstitusi yang memperluas objek praperadilan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut dia, putusan itu justru memicu aparat penegak hukum untuk bekerja lebih profesional.

"Kita ini seakan ada bayangan ketakutan. Padahal seharusnya jangan berpikir paranoid dalam menyikapi aturan," kata Arsul saat dihubungi, Rabu (29/4/2015).

Dalam putusan itu, MK menyatakan bahwa penetapan tersangka merupakan objek praperadilan. Sebelumnya, di dalam Pasal 77 KUHAP telah mengatur secara terbatas perihal wewenang lembaga praperadilan dalam menangani perkara. Dengan adanya perluasan tersebut, ada kekhawatiran terjadinya banjir gugatan praperadilan.

"Itu merupakan konsekuensi hukum. Tapi jangan berpikir karena diperluas, maka koruptor bisa meloloskan diri begitu saja," ujar politisi PPP tersebut.

Arsul menambahkan, ketika KUHAP disahkan, muncul di benak masyarakat bahwa penahanan dan penangkapan dapat begitu saja diajukan ke praperadilan. Hal yang sama kini terjadi ketika penetapan tersangka menjadi objek praperadilan. Masyarakat melihat bahwa putusan hakim tunggal Sarpin Rizaldi dalam praperadilan Komjen Budi Gunawan, menjadi pemicu banyaknya pengajuan gugatan praperadilan.

"Kenyataannya tidak kan. Berapa banyak putusan hakim yang mengabulkan gugatan pemohon setelah Sarpin? Yang ditolak justru lebih banyak," kata dia.

Lebih jauh, ia menilai, masuknya penetapan tersangka sebagai objek praperadilan merupakan suatu bentuk perlindungan hak asasi manusia. Dengan adanya aturan tersebut, aparat hukum tidak dapat semena-mena dalam menangani perkara. Apabila aparat tidak dapat membuktikan dua alat bukti yang dimilikinya cukup valid, maka kredibilitas penegak hukum yang dipertaruhkan.

"Aturan ini juga berfungsi untuk mencegah terjadinya kriminalisasi terhadap sebuah kasus. Misal, ada dua politisi berpekara, yang satu dekat dengan polisi, yang dekat itu tentu sudah tidak bisa semena-mena lagi," ucapnya.

Mahkamah Konstitusi mengubah ketentuan Pasal 77 KUHAP tentang obyek praperadilan saat mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan terpidana kasus bio remediasi Chevron Bachtiar Abdul Fatah terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP). Dengan demikian, Mahkamah menambah penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk sebagai obyek praperadilan. (Baca: MK Putuskan Penetapan Tersangka Termasuk Obyek Praperadilan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Nasional
Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Nasional
Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Nasional
Pernah Dukung Anies di Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Pernah Dukung Anies di Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Nasional
Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Nasional
MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

Nasional
Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com