JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali tidak memenuhi panggilan sebagai tersangka di KPK dengan alasan menunggu proses praperadilan yang diajukannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Suryadharma, Andreas Nahot Silitonga, membantah bahwa proses praperadilan hanya dijadikan alasan untuk menghindari pemeriksaan yang nantinya akan berujung penahanan.
"Kalau pertanyaan siap atau tidak, siapa sih yang siap untuk ditahan? Cuma kita akan mengikuti langkah-langkah yang diambil oleh penyidik, itu kebijakan dari penyidik," ujar Andreas di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/2/2015).
Menurut Andreas, praperadilan yang diajukan kliennya bukanlah upaya menghalangi proses penyidikan. Ia mengatakan, gugatan tersebut diajukan semata untuk memulihkan hak Suryadharma yang menganggap penetapannya sebagai tersangka tidak sah.
"Mekanisme praperadilan itu ada di undang-undang kita, jadi ini jauh dari obstruction of justice," kata Andreas.
Oleh karena itu, kata Andreas, tim kuasa hukum meminta agar penyidikan terhadap Suryadharma dihentikan sementara hingga putusan praperadilan dikeluarkan. Ia menilai, jika penyidikan tetap berjalan seiring dengan jalannya sidang praperadilan, maka KPK melakukan hal yang sia-sia.
"Misalnya penyidik terus melakukan pemanggilan. Ada kemungkinan kasus ini akan dihentikan oleh pengadilan. Nah, jadi itu seperti membuang energi, waktu, KPK kan kasusnya banyak," ujar Andreas. (Baca: Sesat Pikir Putusan Praperadilan)
Sebelumnya, Suryadharma mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Langkah itu dilakukan pascaputusan hakim Sarpin Rizaldi yang memutuskan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan oleh KPK tidak sah. (Baca: Putusan Hakim Sarpin Dinilai Ganggu Pemberantasan Korupsi)
Kuasa hukum Suryadharma, Humphrey Djemat, mengatakan, penyidik belum memiliki bukti yang cukup kuat dalam menetapkan tersangka Suryadharma. (Baca: Suryadharma Ali: Betapa Sakitnya Dijadikan Tersangka...)
Suryadharma diduga melakukan penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara. Modus penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang diduga dilakukan Suryadharma antara lain dengan memanfaatkan dana setoran awal haji oleh masyarakat untuk membiayai pejabat Kementerian Agama dan keluarganya naik haji. Keluarga yang ikut diongkosi antara lain para istri pejabat Kementerian Agama.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan laporan hasil analisis transaksi mencurigakan yang memperlihatkan bahwa Suryadharma mengajak 33 orang berangkat haji.
KPK juga menduga ada penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, dan transportasi jemaah haji. Terkait penyidikan kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah anggota DPR, keluarga Suryadharma, dan politisi PPP yang ikut dalam rombongan haji gratis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.