Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Ulasan Sidang Praperadilan BG Vs KPK Pekan Lalu

Kompas.com - 16/02/2015, 06:39 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Sidang praperadilan Budi Gunawan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi memasuki babak akhir. Hakim tunggal Sarpin Rizaldi akan segera membacakan putusannya, Senin (16/2/2015). Sidang putusan yang akan dimulai pada 09.00 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini akan menentukan keabsahan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi oleh KPK.

Sebelum palu diketuk, Kompas.com ingin mengajak pembaca menengok kembali jalannya sidang praperadilan yang secara keseluruhan berlangsung selama enam hari.

1. KPK absen

Sidang praperadilan sudah dimulai pada Senin (2/2/2015), tetapi ditunda selama sepekan setelah kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir pada persidangan. KPK beralasan harus menyiapkan bahan gugatan menyusul adanya perubahan gugatan praperadilan dari Budi Gunawan.

2. Adu kuat argumentasi awal

Dalam sidang kedua, Senin (9/2/2015), kedua pihak hadir. Pihak Budi Gunawan diminta terlebih dulu menyampaikan dalil permohonan. Pada intinya, pihak Budi menilai penetapan tersangka terhadap kliennya tidak sah. Mereka juga meminta KPK menyerahkan semua bukti kasus dugaan gratifikasi perwira Polri yang menjerat Budi.

Terakhir, mereka juga meminta uang ganti rugi kepada KPK atas penetapan Budi sebagai tersangka. Salah satu alasannya karena pihak Budi menganggap KPK telah merampas kewenangan Presiden Joko Widodo. Penetapan Budi sebagai tersangka hanya berselang beberapa hari setelah Presiden Jokowi mengajukan namanya sebagai calon tunggal kepala Polri.

Setelahnya, KPK diberi kesempatan melakukan pembelaan. KPK menilai, praperadilan yang diajukan Budi Gunawan bersifat prematur. Pasalnya, di dalam Pasal 77 dan Pasal 95 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur mengenai praperadilan tak terdapat aturan mengenai penetapan tersangka.

3. Dari mantan penyidik hingga mantan timses

Pada hari berikutnya, Selasa (10/2/2015), tim kuasa hukum Budi Gunawan sesuai agenda menghadirkan empat saksi fakta, yang terdiri dari tiga pejabat Polri, yakni dua mantan penyidik KPK, AKBP Irsan dan AKBP Hendi Kurniawan; Direktur Tindak Pidana Ekonomi Bareskrim Budi Wibowo; serta Plt Sekjen PDI-P yang juga mantan anggota tim sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014, Hasto Kristiyanto. Dua mantan penyidik KPK banyak memberi keterangan seputar cara KPK melakukan penyidikan dan penyelidikan.

AKBP Hendi menyebut KPK pernah menetapkan seorang tersangka tanpa dua alat bukti. Hal ini menyebabkan Hendi mundur setelah hampir 4,5 tahun bekerja di sana. "(Kejadiannya) sekitar Oktober 2012," kata Hendi tanpa menyebut tersangka atau kasus yang dimaksud.

Adapun Hasto menceritakan seputar manuver politik Ketua KPK Abraham Samad pada Pilpres 2014 yang hendak dipasangkan dengan Jokowi. Saat upaya itu gagal, kata Hasto, Abraham menuding Budi Gunawan sebagai biang keladi dan berjanji akan melakukan pembalasan.

Dalam sidang hari itu, pihak Budi juga menyerahkan 73 alat bukti berupa surat, print out berita dari media massa online, hingga video mimik wajah Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang dianggap menghina Budi.

4. Saksi BG: penetapan tersangka bisa diuji dalam praperadilan

Pada Rabu (11/2/2015), sidang praperadilan kembali dilanjutkan dengan menghadirkan saksi ahli dari pihak BG. Saksi yang hadir adalah Guru Besar Hukum Unpad Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Unpad I Gede Pantja Astawa, Guru Besar Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda, dan Guru Besar Hukum Universitas Khairun Margarito Kamis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com