"Ada kutub ekstremitas yang muncul terkait HAM," ujar Lukman dalam acara Melawan Lupa di Auditorium Pegadaian, di Jakarta, Rabu (2/7/2014). Kutub ekstremitas ini, sebut dia, muncul karena perbedaan pemahaman.
Kubu ekstrem yang pertama, menurut Lukman, memandang HAM sebagai hak yang bebas tanpa batas. "Saya menemui cara pandang, di mana hak dalam menjaga martabat itu tanpa batas sehingga tidak ada yang bisa membatasi," kata dia.
Padahal, kata Lukman, kebebasan dan kemerdekaan pada setiap orang dibatasi oleh kebebasan dan kemerdekaan orang lain. Setiap orang, ujar dia, punya hak untuk dipenuhi sekaligus berkewajiban memenuhi hak orang lain.
Adapun kutub ekstrem yang lain, lanjut Lukman, adalah sekelompok orang yang cenderung melakukan pemaksaan terhadap orang lain tentang keyakinannya. "Ekstrem kedua, (ada) pemahaman merasa dirinya paling benar. Begitu meyakini, maka dia merasa berhak untuk memaksakan keyakinan yang dimiliki ke orang lain," sebut dia.
Menurut Lukman, tidak masalah ketika seseorang merasa benar untuk dirinya sendiri. Keyakinan merasa benar itu menjadi masalah, ujar dia, saat dipaksakan menjadi kebenaran pada orang lain. Dia mencontohkan ketika agama tertentu dipaksa seragam dengan komunitas tertentu sehingga memunculkan kekerasan.
Untuk mengatasi hal ini, menurut Lukman, perlu dilakukan dialog. "Persoalan siapa mengimani apa, itu soal Yang di Atas. Kewajiban kita, bagaimana mengajak nilai-nilai kebajikan kemudian bisa diejawantahkan," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.